LENSAPOST.NET – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengungkapkan bahwa industri yang berorientasi ekspor, termasuk Pupuk Kaltim, tidak mendapatkan harga gas murah melalui skema harga gas bumi tertentu (HGBT). Hal ini karena HGBT hanya berlaku untuk bahan baku yang digunakan dalam industri hilirisasi dalam negeri.
“(HGBT) tidak berlaku untuk bahan baku hasil hilirisasi yang untuk ekspor. Nggak berlaku,” ujar Bahlil dalam keterangan resmi yang diterima pada Senin (3/2/2025).
Bahlil menjelaskan bahwa tujuan dari HGBT adalah untuk mendukung industrialisasi dalam negeri. “Ada pendapatan negara yang seharusnya diterima, tetapi tidak dipungut dalam rangka menciptakan nilai tambah di dalam negeri, hilirisasi,” katanya. Skema ini dirancang untuk memberikan dukungan kepada industri dalam negeri agar dapat mengembangkan produk dengan nilai tambah yang lebih tinggi.
Menurut Bahlil, total potensi pendapatan negara yang hilang dari sektor hulu migas akibat penerapan HGBT diperkirakan mencapai Rp87 triliun. “Jadi, HGBT itu bukan berarti negara tidak kasih duit. Itu ada potensi negara yang tidak dipungut untuk memberikan sweetener kepada perusahaan agar dia menopang industri hilirisasinya,” ujar Bahlil.
Sementara itu, Bahlil juga menambahkan bahwa harga HGBT untuk industri bahan baku telah diputuskan untuk naik. Kenaikan ini terjadi karena harga gas dunia sedang mengalami lonjakan. Harga gas untuk sektor listrik, kata Bahlil, dibatasi maksimal 7 dolar AS per Metric Million British Thermal Unit (MMBTU), sementara untuk bahan baku industri, harga HGBT dipatok maksimal 6,5 dolar AS per MMBTU.
Namun, meskipun ada kenaikan harga gas, Bahlil menegaskan bahwa penerima HGBT tetap berlaku untuk tujuh sektor industri, yaitu industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, gelas kaca, dan sarung tangan karet.
Sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Febri Hendri Antoni Arif menyatakan bahwa kenaikan harga HGBT dari 6 dolar AS per MMBTU menjadi 7 dolar AS per MMBTU diperkirakan tidak akan berdampak signifikan terhadap industri.
Pemerintah terus memantau dinamika harga gas dunia dan berusaha menyesuaikan kebijakan agar dapat mendukung industri dalam negeri tanpa merugikan potensi pendapatan negara.