LENSAPOST.NET – Idul Adha merupakan hari raya umat Islam yang berlangsung tanggal 10 Dzulhijjah, setiap tahun Hijriah. Untuk mengambil keutamaannya, terdapat sejumlah amalan sunnah yang bisa dikerjakan di hari Idul Adha.
Mengutip buku Fiqih Sunnah karya Sayyid Sabiq, Rasulullah SAW melalui hadits mengungkapkan keutamaan Hari Raya Idul Adha. Diriwayatkan Ibnu Abbas, beliau bersabda:
مَا مِنْ أَيَّامِ الْعَمَلُ الصَّالِحُ أَحَبُّ إِلَى اللهُ عَزَّ وَجَلَّ – مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ، يَعْنِي أَيَّامَ الْعَشْرِ، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ، وَلاَ الْجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ؟ قَالَ : وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ، وَمَالِهِ، ثُمَّ لَمْ يَرْجِعْ بِشَيْءٍ مِنْ ذَلِكَ
Artinya: “Tidak ada hari-hari, dimana amal kebajikan lebih disukai oleh Allah SWT daripada hari-hari ini.” Maksudnya hari pertama hingga kesepuluh Dzulhijjah. Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, meski dibandingkan dengan berjihad di jalan Allah sekalipun?” Beliau menjawab, “Meskipun dibandingkan dengan berjihad di jalan Allah, kecuali seseorang yang berjuang dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak satu pun di antara keduanya itu yang kembali (mati syahid).” (HR Bukhari, Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah & Abu Dawud)
Besarnya keistimewaan amal perbuatan baik yang dikerjakan selama sepuluh hari pertama Dzulhijjah, terlebih di hari kesepuluhnya, akan sangat disayangkan apabila muslim melewatkannya begitu saja.
Untuk itu, mari kita isi Hari Raya Idul yang bertepatan dengan tanggal 10 Dzulhijjah dengan berbagai amal kebaikan yang dianjurkan oleh Nabi SAW. Amalan sunnah apa yang bisa dilakukan?
10 Amalan Sunnah Hari Raya Idul Adha
Masih dari buku Fiqih Sunnah, terdapat sejumlah amalan sunnah yang bisa dikerjakan pada Hari Raya Idul Adha, sebagai berikut:
1. Bertakbir di Hari Raya
Hukum bertakbir di hari Idul Adha maupun Idul Fitri adalah sunnah. Ulama berpendapat, takbir Idul Adha bisa dimulai sejak Subuh di hari Arafah (9 Dzulhijjah) hingga akhir petang hari tasyrik (11, 12, 13 Dzulhijjah).
Lafal takbir Idul Adha:
اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اللَّهُ أكْبَرُ وَ لِلَّهِ الْحَمْد
اللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَه صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَه لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ أَكْبَرُ
Latin: Allaahu akbar, Allaahu akbar, Allaahu akbar, laa ilaaha illa Allaahu wa Allaahu akbar, Allaahu akbar wa lillaahil hamd
Allaahu akbar kabiira wal hamdu lillaahi katsiira wa subhaana Allaahi bukrataw wa ashiilaa laa ilaaha illa Allahu wa laa na’budu illa iyyaah mukhlishiina lahud diin, wa law karihal kaafiruuna laa ilaaha illa Allaahu wahdahu shadaqa wa’dah, wa nashara ‘abdahu, wa hazamal ahzaaba wahdahu, laa ilaaha illa Allahu akbar
Artinya: “Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Tiada Tuhan selain Allah dan Allah Maha Besar. Allah Maha Besardan segala puji bagi Allah.”
“Allah Maha Besar dengan kebesaran yang sempurna dan segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak. Maha Suci Allah pagi dan petang. Tiada tuhan selain Allah dan kami tidak menyembah kecuali kepada-Nya seraya memurnikan agama-Nya meskipun orang-orang kafir membenci. Tiada Tuhan selain Allah yang Maha Esa, menepati janji-Nya, menolong hamba-Nya, dan mengalahkan musuh-musuhNya dengan Keesaan-Nya. Tiada Tuhan selain Allah dan Allah Maha Besar.”
2. Mandi Sunnah
Adalah mandi yang apabila dikerjakan oleh muslim, maka ia dipuji dan berpahala. Tetapi apabila tidak dilakukan maka tak berdosa atau tidak tercela. Salah satu jenis mandi yang disunnahkan ini yakni yang dilaksanakan pada Hari Raya, baik Idul Adha maupun Idul Fitri.
Mandi pada Hari Raya dinyatakan sunnah oleh para ulama. Meski tak ada hadits shahih yang menjelaskannya, tetapi ada ucapan sahabat nabi yang mengemukakan mandi di Hari Raya adalah sunnah. Pendapat tersebut dikatakan cukup untuk dijadikan sebagai landasan hukum.
3. Memakai Wewangian
Hasan ash-Shibti meriwayatkan, “Rasulullah SAW menyuruh kami agar pada dua Hari Raya memakai pakaian yang terbaik, memakai minyak wangi yang paling harum, dan berkurban dengan hewan yang paling baik.” (HR Hakim [dianggap dhaif oleh Azdi, sedan Ibnu Hibban menganggapnya bisa dipercaya])
4. Mengenakan Pakaian Terbaik
Diriwayatkan dari Ja’far bin Muhammad dari bapaknya dari kakeknya, ia berkata bahwa Nabi SAW memakai serban buatan Yaman (yakni Burd Hibrah) yang indah pada setiap Hari Raya.” (HR Syafi’i & Baghawi)
Ibnu Qayyim turut mengemukakan, “Rasul SAW biasa memakai pakaian terbaik pada dua hari raya, dan beliau punya sepasang pakaian yang khusus digunakan untuk salat dua Hari Raya dan salat Jumat.”
5. Tidak Makan sebelum Salat Idul Adha
Yang dianjurkan adalah makan setelah salat Idul Adha, bukan sebelumnya. Disunnahkan memakan beberapa kurma sebanyak ganjil, setelah salat Id dan sampai di rumah.
Hal ini didasarkan pada riwayat Buraidah, ia berkata: “Rasulullah SAW makan terlebih dulu sebelum berangkat (menuju tempat salat) ketika Hari Raya Idul Fitri. Dan untuk Hari Raya Idul Adha, beliau makan setelah selesai salat dan pulang ke rumah.” (HR Tirmidzi, Ibnu Majah & Ahmad)
Ahmad menambahkan, “Kemudian beliau makan daging dari hasil sembelihan kurban beliau.”
6. Salat Idul Adha
Abu Sa’id Al-Khudri meriwayatkan, “Rasul SAW keluar ke tanah lapang pada hari Idul Fitri dan Idul Adha, maka pertama kali yang dilakukannya adalah salat.” (HR Bukhari)
Dari hadits tersebut diketahui Nabi SAW melaksanakan salat Id di lapangan, bukan di masjid. Dijelaskan, menunaikan salat Id di tanah kapang memang lebih utama daripada di masjid, selama tidak ada halangan. Lantaran merupakan sala satu syiar agama.
Cara pengerjaan salat Idul Adha sama seperti salat Idul Fitri, yakni dengan salat dua rakaat layakanya salat pada umumnya. Yang membedakan hanya salat Id dengan bertakbir sebanyak tujuh kali pada rakaat pertama, dan bertakbir lima kali di rakaat kedua.
Untuk waktu pelaksanaannya, Rasulullah SAW menganjurkan salat Idul Adha untuk dilakukan segera. Sebagaimana riwayat Jundab, “Nabi SAW pernah mengerjakan salat Idul Fitri bersama kami dan pada saat itu matahari setinggi dua tombak. Sedangkan pada salat Idul Adha, matahari baru setinggi satu tombak.”(HR Hasan bin Ahmad al-Bana, dalam kitab Al-Adhaahii)
Ibnu Qudamah berpendapat, “Disunnahkan untuk mendahulukan salat Idul Adha untuk memberi kesempatan yang memadai untuk berkurban. Sebaliknya, disunnahkan mengakhirkan salat Idul Fitri agar terbuka luas peluang untuk mengeluarkan zakat fitrah. Dalam hal ini, saya tidak melihat adanya perbedaan pendapat mengenai hal tersebut.”
7. Khutbah setelah Salat Idul Adha
Berkhutbah setelah pelaksanaan salat Idul Adha hukumnya sunnah, demikian pula bagi orang yang mendengarnya. Diriwayatkan Abdullah bin Sa’ib, “Aku pernah menghadiri salat Hari Raya bersama Rasulullah SAW. Setelah selesai salat, beliau bersabda:
‘Kami sekarang akan menyampaikan khutbah. Barang siapa yang ingin duduk untuk mendengarnya, duduklah, tetapi siapa yang hendak pergi, dia boleh pergi.’ (HR Nasa’i, Abu Dawud & Ibnu Majah)
Dinukil dari kitab Al-Fiqh ‘Ala Al-Madzahib Al-Arba’ah oleh Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi, rukun khutbah Hari Raya sama dengan rukun khutbah Jumat. Bedanya hanya terletak pada kalimat pembukanya saja. Khutbah Id dianjurkan untuk dimulai dengan takbir, sedang khutbah Jumat diawali dengan tahmid.
8. Mengambil Jalan Berbeda antara Berangkat dan Sepulang Salat Id
Jumhur ulama berpandangan bahwa ketika hendak pergi dan pulang dari salat Id, hendaknya muslim menempuh jalan berbeda. Sebagaimana kebiasaan Nabi SAW yang diriwayatkan dalam hadits dari Jabir, ia berkata, “Pada waktu Hari Raya, Rasulullah SAW menempuh jalan yang berlainan (ketika berangkat dan saat pulang).” (HR Bukhari)
Meski demikian, diperbolehkan pula melewati jalan yang sama saat berangkat dan pulang salat Id karena Rasul SAW juga pernah melakukan hal demikian.
9. Memberi Ucapan Selamat Hari Raya
Hal ini dilakukan oleh para sahabat nabi, ketika mereka berjumpa satu sama lainnya di Hari Raya Idul Adha maupun Idul Fitri. Adapun ucapan yang biasa dikatakan oleh mereka adalah:
تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ
Latin: Taqabbalallaahu minnaa wa minkum
Artinya: “Semoga Allah menerima amal kami dan amal kalian.” (Kitab Fath al-Bari, jilid II, hal. 517. Sanad riwayat ini baik menurut Al-Hafizh , dan Al-Albany menyebutnya shahih dalam kitab Tamam al-Minnah [354])
10. Berkurban setelah Salat Idul Adha
Menyembelih hewan kurban usai salat Id pada Hari Raya Idul Adha, hukumnya adalah sunnah. Diriwayatkan dari Al-Barra bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya yang pertama kali kita lakukan pada hari (Idul Adha) kita ini adalah salat , lalu kembali untuk menyembelih; barangsiapa yang melakukannya (seperti itu) maka dia telah melakukan sunnah kami. Namun, barang siapa yang menyembelih sebelum salat, maka itu hanya terhitung daging yang dia berikan untuk keluarganya dan tidak termasuk hewan kurban sedikitpun.”
Abu Burdah pun berdiri dan ia menyembelih sebelum salat, ia berkata, “Saya tidak memiliki kambing lagi kecuali Jadza’ah (kambing berumur satu tahun),” Beliau berkata, “Sembelihlah ia (sebagai ganti) dan hal itu tidak boleh lagi setelahmu.” Mutharrif berkata, “Diriwayatkan dari Amir dan Al-Barra bahwa Rasulullah bersabda, “Barang siapa yang menyembelih setelah shalat (Id) maka sempurna ibadahnya dan ia telah menunaikan sunnah umat Islam.” (HR Bukhari [5225] & Muslim [1961])
Itulah 10 amalan sunnah yang dapat dikerjakan pada saat Hari Raya Idul Adha. Semoga bisa diamalkan ya!
Sumber: detik.com