YARA: Kehadiran Bank Konvensional di Aceh Mendesak agar PON XXI tidak Cacat

Ilustrasi mesin ATM

LENSAPOST.NET- Aceh adalah sebagai tuan rumah PON XXI 2024. PON XXI akan dibuka pada 8 September 2024 mendatang dan akan dihadiri lebih sepuluh ribu orang.

Kehadiran tamu dalam jumlah banyak dan saat yang sama berpotensi memunculkan masalah, terutama terkait kelancaran lalu lintas keuangan pada perbankan.

Hal tersebut di sampaikan oleh Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Safaruddin SH MH, meminta pemerintah Aceh untuk memetakan semua potensi kekacauan yang dapat mengacaukan kesuksesan Aceh sebagai tuan rumah PON.

“Di antara kekacauan yang akan terjadi adalah tidak tersedia ATM yang memadai, tidak ada uang di ATM, kartu ATM tertelan, layanan QRIS tidak merata, jaringan internet macet, tidak ada kontor layanan bank konvensional dan lain-lain,” ujar Safaruddin dalam sebuah diskusi bulanan di kantor YARA,

Banda Aceh, Kamis (09/05/2024).

“Kehadiran bank konvensional di Aceh saat ini kami nilai sangat mendesak agar pelaksanaan PON XXI tidak cacat gara-gara layanan perbankan yang sangat terbatas dan bermasalah,” kata Ketua YARA.

Menurut Safaruddin, PON XXI akan dihadiri lebih 10 ribu pengunjung dari luar Aceh. Sebagian besar dari pengunjung dipastikan memakai jasa layanan perbankan konvensional.

“Pemerintah Aceh sebagai tuan rumah PON XXI harus memetakan permasalahan ini, sebelum terjadi kekacauan. Caranya segera undang bank konvensional untuk membuka kantor cabang di Aceh,” saran Safaruddin.

Ia memandang kehadiran bank konvensional di Aceh sangat mendesak. Sebab, kata safar, pembukaan PON XXI tinggal menghitung hari.

Safaruddin meminta Pj Gubernur Aceh Bustami Hamzah agar tak ragu dalam mengundang kehadiran semua bank konvensional di Aceh yang pernah ada sebelum tahun 2021.

“Sebab, kalau terjadi terjadi kekacauan nantinya pasti Pj Gubernur yang pertama sekali disalahkan. Yang lain pasti tiarap semua. Makanya Pj Gubernur harus bertindak segera, sebelum terlambat,” saran Safaruddin.

Menurut Safaruddin, semakin banyak tersedia layanan perbankan di Aceh maka semakin bagus, persaingan bisnis akan terjadi, monopoli satu sistem layanan perbankan akan berakhir.

“Akan banyak sumber pendanaan usaha rakyat dengan tingkat persentase suku bunga yang kompetitif. Bank adalah lembaga komersil yang mengedepankan laba, jadi biarkan rakyat memilih mana yang murah, mudah dan ramah,” ujar dia.

Safaruddin meminta agar elite Aceh untuk berpikir terbuka, rasional serta mampu bersaing secara global dan tidak mengisolasi Aceh dari pergaulan global.

“Saya membaca ada pihak yang menginginkan Aceh ini terpuruk dari pergaulan nasional dan global. Sedih sekali kita,” katanya.

Kata Safaruddin, Aceh adalah bagian dari masyarakat Indonesia dan dunia sehingga jangan ada upaya mengisolasi Aceh dari pergaulan bisnis multinasional.

“Jangan bawa Aceh untuk hidup di bawah tempurung. Aceh tak mungkin hidup sendiri,” saran Safaruddin yang aktif melakukan advokasi publik di Aceh.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *