ACEH  

Debt Collector Tarik Paksa Mobil Warga Aceh di Jambi, Korban Minta OJK Hingga Polisi Turun Tangan

Konferensi Pers di Zia Mobil

LENSAPOST.NET– Ketua Asosiasi Penjual Mobil Bekas (ASPEMBAS) Banda Aceh – Aceh Besar, Zainal Abidin, mengecam aksi penarikan paksa kendaraan yang semakin marak terjadi di tanah air. Insiden terbaru menimpa mitranya sendiri, di mana mobil Pajero diambil secara paksa pada 20 Maret 2025.

Menurut Zainal, kasus seperti ini bukanlah yang pertama terjadi. Ia meminta pemerintah segera mengevaluasi sistem keuangan syariah di Aceh serta menertibkan praktik debt collector yang dinilai semakin meresahkan masyarakat.

“Kasus seperti ini sudah sering terjadi, dan kami mendesak pemerintah untuk segera bertindak. Evaluasi terhadap sistem finance berbasis syariah di Aceh sangat diperlukan, agar tidak merugikan masyarakat,”kata Zainal didampingi korban kepada sejumlah wartawan di Banda Aceh, Selasa 25 Maret 2025.

Selain itu, penertiban terhadap debt collector juga harus dilakukan untuk mencegah tindakan sewenang-wenang.

Sementara korban, merupakan Tgk Muhammad Abi, warga Aceh Besar, yang turut menjadi sasaran penarikan kendaraan secara paksa. Mobilnya ditarik di Jambi, meskipun kontrak pembiayaannya dilakukan di ACC Banda Aceh.

“Ini di luar nalar. Saya memang mengakui ada keterlambatan pembayaran angsuran, tetapi hanya dua bulan, dengan total sekitar Rp9,7 juta kali dua. Saya berniat menutup tiga bulan tunggakan, namun justru diblokir oleh leasing sehingga tidak bisa melakukan pembayaran,” ungkapnya.

Ia juga menyoroti praktik yang tidak sesuai dengan prinsip syariah dalam kasusnya. Menurutnya, pemblokiran akun pembayaran dan penarikan paksa kendaraan menunjukkan bahwa perusahaan leasing lebih menekan denda berjalan ketimbang memberikan solusi.

“Kami berharap Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan lembaga pengawasan syariah turun tangan mengawasi perusahaan leasing yang beroperasi di Aceh. Kami juga meminta MPU dan Polda Aceh untuk menindaklanjuti tindakan debt collector yang semakin brutal,” tegasnya.

Kuasa hukum korban, Ardiwansyah, SH, menyebut bahwa kliennya menjadi korban praktik tidak adil dalam dunia leasing kendaraan. Ia menegaskan bahwa penarikan kendaraan bisa dilakukan jika memenuhi unsur-unsur tertentu, terutama jika ada tindak pidana. Namun, dalam kasus ini, tidak ada unsur pidana yang terjadi.

“Penarikan kendaraan memang bisa dilakukan, tapi harus berdasarkan prosedur hukum yang jelas. Dalam kasus ini, tidak ada unsur pidana yang bisa dijadikan dasar penarikan. Ini murni tindakan sewenang-wenang,” jelasnya.

Lebih lanjut, Ardiwansyah menyoroti bahwa praktik leasing syariah justru terasa lebih menekan dibandingkan leasing konvensional, terutama dalam pemberlakuan denda.

“Dalam kasus klien kami, ada pemaksaan pembayaran hingga hampir Rp400 juta, jauh di atas harga kendaraan. Kami sudah menemui kepala cabang, namun tidak ada solusi yang ditawarkan. Bahkan ketika klien kami ingin melunasi, tetap saja akun pembayaran diblokir,” ujarnya.

Jika tidak ada penyelesaian dari pihak leasing, Ardiwansyah memastikan bahwa langkah hukum akan ditempuh guna memperjuangkan hak kliennya.

Kasus ini menjadi perhatian serius bagi masyarakat Aceh, terutama dalam praktik leasing berbasis syariah yang seharusnya lebih mengutamakan prinsip keadilan dan kemaslahatan konsumen.

Pemerintah dan pihak berwenang diharapkan segera mengambil langkah konkret untuk mengatasi persoalan ini.

“Apabila tidak ada penyelesaian kami akan tempuh jalur hukum,”tegasya.

Sementara Pimpinan ACC Banda Aceh yang diminta tanggapan soal penarikan satu unit mobil tersebut belum ditanggapi.

Sejumlah pertanyaan konfirmasi sudah terkirim (centeng dua) ke nomor Whatshap.