HUKUM  

CATATAN MaTA: Terkait Vonis Bebas Mantan Bupati Aceh Tamiang dkk

Ilustrasi Palu Sidang. Foto: Shutterstock
Ilustrasi Palu Sidang. Foto: Shutterstock

LENSAPOST.NET-Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) Menganggap vonis ringan dan vonis bebas sudah menjadi Trend putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banda Aceh.

Menurut catatan MaTA,dalam 4 tahun terakhir, ada 22 Perkara dugaan tindak pidana Korupsi yang di vonis bebas oleh Pengadilan Tipikor Banda Aceh, dengan Rincian tahun 2020 sebanyak 5 perkara, 2021 sebanyak 8 Perkara, 2022 sebanyak 5 Perkara, dan 2023 sebanyak 4 Perkara.

Dari 22 Perkara yang di vonis bebas. Di tingkat kasasi, 77% vonis bebas dibatalkan oleh Mahkamah Agung karena dugaan tindak pidana korupsi terbukti.

“Sehingga Trend vonis bebas ini harus menjadi perhatian semua pihak dan dipertanyakan aspek keadilan hukum untuk masyarakat yang menjadi korban dan pihak yang paling dirugikan dari kebijakan yang di Korup itu,”kata Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian, Kamis 29 Februari 2024.

Hal ini dikarenakan pada Selasa, 27 Februari 2024. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh, kembali menjatuhkan vonis bebas terhadap Mursil, bekas Bupati Aceh Tamiang Periode 2017-2022, dan dua terdakwa lainnya terkait perkara korupsi Pertanahan di kabupaten Aceh Tamiang.

Oleh Sebab itu, Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) mendesak Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk segera mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung terhadap vonis bebas pengadilan Tipikor Banda Aceh tersebut.

Menuru MaTA Kasasi ini sangat penting dilakukan untuk menguji apakah putusan majelis hakim pengadilan Tipikor Banda Aceh sudah tepat atau belum, selain itu Vonis bebas ini juga menjadi bahan evaluasi untuk Kejaksaan itu sendiri dalam menyusun dakwaan kedepan, tentang pentingnya ketepatan dalam merumuskan penetapan pasal dakwaan yang disangkakan kepada para terdakwa, sehingga hal tersebut tidak menjadi celah bagi Hakim untuk memberikan Vonis bebas, dikarenakan JPU bisa membuktikan dakwaan dalam proses persidangan.

Sebelumnya, Dalam perkara ini ketiga terdakwa oleh JPU disangkakan melakukan perbuatan melawan hukum tindak pidana Korupsi HGU dan pensertifikatan hak milik atas tanah negara yang berdampak pada kerugian negara dan kerugian perekonomian negara.

“Dakwaaan JPU dengan menggunakan pasal 2 dan 3 sekaligus dalam perkara dugaan tindak pidana Korupsi, menurut catatan kami ini perdana dilakukan di Aceh, sehingga sangat penting untuk dikawal dan dipertanyakan Rasionalitas akal sehat dan kewajarannya,”katanya.

Karena berdasarkan Audit BPKP Aceh, Perbuatan dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Mursil,dkk telah menyebabkan Kerugian Negara sebesar Rp6,4 Milyar. Oleh sebab itu ketiganya didakwa dengan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 jo. Pasal 65 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

“Kita berharap agar JPU sesegera mungkin mempersiapkan bahan untuk kasasi dan memperkuat kontruksi dakwaan, sebab biasanya kasasi yang dilakukan hampir semuanya dikabulkan oleh Mahkamah Agung yang mempertegas bahwa vonis bebas oleh hakim PN Banda Aceh tidak tepat,”kata Alfian.

Lanjutnya, karena jika trend Vonis bebas oleh PN Tipikor Banda Aceh tidak dievaluasi dan dipertanyakan rasionalitas dan logika Hukumnya, tentu akan berdampak pada munculnya krisis kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan dan proses penegakan hukum itu sendiri.

“Karena vonis bebas memberikan kesan kepada publik yang bahwasanya hukum hanya tajam kebawah dan tumpul ke atas,”ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *