LENSAPOST.NET – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Banda Aceh memutuskan gugatan terkait sengketa tanah di Kuala Village, Lambaro Skep, Banda Aceh, pada 19 Agustus 2024.
Sidang yang dipimpin oleh Said Hasan sebagai Ketua Majelis Hakim, dengan Zulkarnain dan Yusuf sebagai hakim anggota, mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan oleh para ahli waris Alm. Bakri Ibrahim.
Para penggugat, yaitu Keumalawati (Penggugat I), Zahara (Penggugat II), Soraya (Penggugat III), M. Zaini (Penggugat IV), Burida Bakri (Penggugat V), dan Ardhina Bakri (Penggugat VI), hadir tanpa didampingi penasihat hukum.
Sementara itu, para tergugat, yaitu Jafaruddin Husin (Tergugat I), Zulkifli Ubit (Tergugat II), Jamaliah (Tergugat III), Charmoini (Tergugat IV), Keuchiek Desa Lambaro Skep (Tergugat V), dan Kepala Kantor Pertanahan Kota Banda Aceh (Tergugat VI), didampingi oleh penasihat hukum.
Dalam amar putusannya, majelis hakim menolak eksepsi para tergugat dan menyatakan bahwa tanah sengketa seluas 5.300 meter persegi adalah milik Alm. Bakri Ibrahim, yang merupakan suami dan ayah kandung para penggugat.
Tanah tersebut dibeli dari M. Daud, Ramli Sarong, dan Sarong. Selain itu, majelis hakim juga menyatakan bahwa tindakan Tergugat I yang menguasai tanah seluas 1.210 meter persegi milik Alm. Bakri Ibrahim adalah perbuatan melawan hukum. Hal serupa juga berlaku pada Tergugat III yang menjual tanah tersebut kepada Tergugat I dan II.
Majelis hakim memutuskan bahwa Sertifikat Hak Milik Nomor 10637 atas nama Jafaruddin Husin dan Sertifikat Hak Milik Nomor 10636 atas nama Zulkifli Ubit tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum.
Selain itu, para tergugat diperintahkan untuk menyerahkan tanah sengketa kepada para ahli waris dalam keadaan kosong dan tanpa ikatan dengan pihak ketiga. Para tergugat juga dihukum untuk membayar biaya perkara sebesar Rp3.796.000.
Mewakili para penggugat, Ardhina Bakri dan Zahara Bakri menyampaikan terima kasih kepada Pengadilan Negeri Banda Aceh. Mereka berharap eksekusi putusan pengadilan segera dilaksanakan agar ahli waris dapat memperoleh kembali hak mereka.
“Saya berharap pagar yang diubah oleh tergugat dikembalikan seperti semula sesuai batas yang ditetapkan saat orang tua kami membeli tanah tersebut,” ujar Ardhina.
Ia juga mengungkapkan bahwa sebelumnya Badan Pertanahan Nasional (BPN) Banda Aceh tidak pernah menghadirkan keluarga mereka sebagai pemilik sah tanah selama sengketa berlangsung.
Ardhina juga menceritakan bahwa sengketa ini sudah berlangsung sejak lama, dengan tiga kali naik banding hingga ke Mahkamah Agung. Pada tahun 2018, putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi Banda Aceh serta Mahkamah Agung telah memenangkan ahli waris Alm. Bakri Ibrahim. Namun, meski telah ada putusan inkracht, sengketa terus berlanjut.
Karena mempertahankan hak mereka, Ardhina dan Zahara sempat dipenjara pada Maret 2021 hingga Mei 2022. Mereka menegaskan bahwa tanah yang dijual oleh Tergugat III dan IV kepada Tergugat I dan II sebenarnya merupakan milik Alm. Bakri Ibrahim, yang sudah dimenangkan dalam berbagai putusan pengadilan.
Kini, dengan adanya putusan terbaru dari Pengadilan Negeri Banda Aceh yang kembali memenangkan ahli waris, Ardhina dan keluarganya berharap agar masalah ini segera terselesaikan.