Opini  

Mengenang Abu Razak: Dari Medan Perjuangan hingga Panggung Politik Aceh

SOSOK bernama H. Kamaruddin Abubakar, atau yang lebih dikenal sebagai Abu Razak, merupakan sosok penting dalam sejarah Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan perjalanan politik Aceh pasca-perdamaian. Sebagai salah satu tokoh utama GAM, ia memainkan peran strategis dalam perjuangan bersenjata, negosiasi damai, hingga pembentukan pemerintahan di Aceh setelah perjanjian Helsinki 2005.

Dalam tulisan ini, kita akan mengulas perjalanan panjang Abu Razak, mulai dari keterlibatannya dalam perjuangan GAM, perannya dalam perundingan damai, hingga kiprahnya di panggung politik Aceh.

Masa Perjuangan dalam Gerakan Aceh Merdeka (GAM)

GAM didirikan oleh Hasan Tiro pada tahun 1976 dengan tujuan memperjuangkan kemerdekaan Aceh dari Indonesia. Seiring waktu, GAM berkembang menjadi gerakan bersenjata yang menuntut hak-hak politik dan ekonomi Aceh yang dinilai diabaikan oleh pemerintah pusat.

Abu Razak dikenal sebagai salah satu tokoh militer GAM yang disegani. Ia memiliki jaringan kuat dalam struktur GAM dan dipercaya untuk memegang posisi penting di dalam gerakan. Sebagai wakil Panglima GAM, ia memiliki peran besar dalam mengkoordinasikan strategi perjuangan, termasuk dalam aspek logistik dan komunikasi antara pemimpin GAM di luar negeri dan pasukan di lapangan.

Selama konflik berlangsung, Abu Razak menjadi salah satu pemimpin GAM yang aktif bergerak di medan perang. Namun, perjuangan bersenjata GAM diwarnai dengan berbagai tragedi, mulai dari jatuhnya korban jiwa hingga hancurnya infrastruktur di Aceh. Konflik berkepanjangan ini membuat masyarakat Aceh hidup dalam ketakutan dan keterbatasan ekonomi.

Peran dalam Perundingan Damai Helsinki

Konflik panjang antara GAM dan Pemerintah Indonesia akhirnya mencapai titik balik setelah Tsunami Aceh 2004 yang menewaskan ratusan ribu orang. Tragedi ini menggugah kedua belah pihak untuk mencari solusi damai demi masa depan Aceh yang lebih baik.

Abu Razak menjadi salah satu tokoh kunci dalam perundingan Helsinki yang dimediasi oleh mantan Presiden Finlandia, Martti Ahtisaari. Sebagai salah satu negosiator GAM, ia berperan dalam menyusun strategi dan memastikan bahwa kepentingan rakyat Aceh tetap diperjuangkan dalam proses damai ini.

Kesepakatan MoU Helsinki yang ditandatangani pada 15 Agustus 2005 menjadi tonggak sejarah baru bagi Aceh. Salah satu poin penting dalam perjanjian ini adalah pemberian status khusus bagi Aceh, yang memungkinkan daerah ini memiliki sistem pemerintahan sendiri, termasuk pembentukan Partai Lokal sebagai wadah perjuangan politik mantan anggota GAM.

Setelah perdamaian tercapai, Abu Razak bersama rekan-rekannya dari GAM mulai beralih ke jalur politik. Mereka mendirikan Partai Aceh (PA) sebagai wadah politik bagi mantan kombatan GAM dan pendukung perjuangan Aceh.

Abu Razak dikenal sebagai salah satu arsitek utama dalam struktur Partai Aceh. Ia memainkan peran strategis dalam membangun kekuatan politik partai ini, yang kemudian berhasil memenangkan beberapa kali Pilkada di Aceh. Salah satu kemenangan besar adalah ketika Irwandi Yusuf dan Zaini Abdullah—keduanya mantan tokoh GAM—terpilih sebagai Gubernur Aceh dalam dua periode yang berbeda.

Di dalam Partai Aceh, Abu Razak dikenal sebagai figur yang dihormati dan memiliki pengaruh kuat. Ia menjadi salah satu pembuat kebijakan utama dalam berbagai keputusan politik, baik di tingkat lokal maupun nasional.

Sebagai tokoh yang berperan dalam perjuangan bersenjata dan perdamaian, Abu Razak tentu tidak lepas dari kontroversi. Beberapa pihak menganggap peralihan mantan pejuang GAM ke dunia politik tidak sepenuhnya membawa perubahan yang diharapkan oleh masyarakat Aceh.

Kritik terhadap Partai Aceh, misalnya, mencerminkan ketidakpuasan sebagian rakyat yang merasa bahwa eks-kombatan lebih fokus pada kepentingan politik mereka sendiri daripada kesejahteraan rakyat Aceh secara keseluruhan. Namun, di sisi lain, banyak juga yang menilai bahwa tanpa peran Abu Razak dan tokoh-tokoh GAM lainnya, Aceh mungkin masih berada dalam konflik berkepanjangan.

Terlepas dari pro dan kontra, peran Abu Razak dalam sejarah Aceh tetaplah penting. Ia menjadi bagian dari generasi pemimpin yang membawa Aceh melewati masa-masa sulit dan menuju era baru yang lebih damai.

Abu Razak merupakan figur yang tak bisa dilepaskan dari sejarah modern Aceh. Dari seorang pejuang bersenjata, ia bertransformasi menjadi negosiator ulung yang berperan dalam mengakhiri konflik. Kemudian, ia melanjutkan perjuangan dalam dunia politik untuk membangun Aceh pasca-perdamaian.

Meskipun perjalanan politiknya tidak selalu mulus dan diwarnai kritik, kontribusinya terhadap perdamaian Aceh tetaplah besar. Mengenang sosok Abu Razak berarti mengenang sejarah panjang perjuangan Aceh—sebuah perjalanan dari konflik menuju perdamaian, dari medan perang menuju panggung politik.

Meninggal Dunia di Tanah Suci

Pada 19 Maret 2025, kabar duka datang dari Makkah. Abu Razak wafat saat menjalankan ibadah umrah, dalam keadaan beribadah dan suci. Kepergiannya menjadi kehilangan besar bagi masyarakat Aceh.

Banyak orang melihat kepergiannya sebagai tanda husnul khatimah—akhir hidup yang baik. Dalam tradisi Islam, wafat di Tanah Suci merupakan tanda kemuliaan dan keberkahan.

Kepergian Abu Razak meninggalkan duka mendalam, tetapi juga warisan perjuangan yang tidak ternilai. Ia telah menunjukkan bahwa perjuangan tidak hanya dilakukan dengan senjata, tetapi juga dengan diplomasi, politik, dan pengabdian kepada masyarakat.

Sebagai pejuang GAM, ia mempertaruhkan nyawanya untuk memperjuangkan hak-hak rakyat Aceh. Sebagai pemimpin politik, ia berjuang untuk menjaga stabilitas dan memastikan Aceh mendapatkan hak-haknya dalam sistem demokrasi. Sebagai pemimpin olahraga, ia membangun generasi muda Aceh agar bisa berprestasi.

Abu Razak telah tiada, tetapi semangatnya akan terus hidup dalam hati rakyat Aceh. Warisannya akan menjadi inspirasi bagi generasi mendatang untuk terus memperjuangkan Aceh yang lebih baik, lebih sejahtera, dan lebih bermartabat. Semoga Allah SWT menempatkannya di tempat terbaik di sisi-Nya.

Wallahu Muwaffiq Ila Aqwamith Thariq

Tgk Nanda Saputra, M Pd (Gus Nanda)

Ketua PC ISNU Pidie, Dosen STIT Al-Hilal Sigli & Kandidat Doktor Universitas Sebelas Maret