DPRA  

Revisi UUPA: Usulan LWN sebagai Lembaga Khusus dan Istimewa Aceh hingga Memperkuat Kewenangan Aceh

Ketua Badan Legislasi DPR Aceh, Mawardi atau akrab disapa Teungku Adek

LENSAPOST.NET – Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) telah menyusun daftar isian masalah (DIM) terkait rencana revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh (UUPA). Salah satunya adalah Pasal 1 ayat 17 tentang Lembaga Wali Nanggroe.

Ketua Badan Legislasi DPRA, Mawardi atau Tgk Adek mengatakan, gagasan menempatkan Lembaga Wali Nanggroe sebagai koordinator lembaga-lembaga khusus dan istimewa Aceh dilandasi beberapa alasan. Diantaranya karena selama ini lembaga itu terkesan berjalan sendiri.

“Kami menilai wali nanggroe itu sejajar dengan pemerintah, diatas atau dibawah pemerintah. Posisi Wali Nanggroe adalah bukan lembaga politik, bukan juga lembaga pemerintah. Itu tegas dalam undang-undang disampaikan,” ujar Tgk Adek, Senin (22/5/2023).

Politisi Partai Aceh ini mengatakan, dalam materi revisi Pasal 1 ayat 17 tersebut berubah menjadi, Lembaga Wali Nanggroe merupakan lembaga yang merepresentasikan kehidupan kebudayaan adat dan istiadat rakyat Aceh.

“Wali Nanggroe lebih kepada pengambil kebijakan terhadap pembangunan Aceh dalam semua sektor. Misalnya kita membuat konsep pendidikan Aceh, ekonomi Aceh, maka Wali Nanggroe duduk memanggil semua lembaga untuk merumuskannya,” ujarnya.

Itulah sebabnya, tambah Tgk Adek, di Qanun Wali Nanggroe, DPRA mencanangkan Wali Nanggroe adalah sebagai ketua forum yang bisa mengkoordinir semua lembaga SKPA khusus dan istimewa di Aceh.

“Dan selama ini kita melihat tokoh-tokoh besar yang melakukan kunjungan ke Aceh pasti mereka ke Wali Nanggroe. Artinya mereka menganggap Wali Nanggroe sebagai orang tua di Aceh, yang punya pengaruh,” ujar Tgk Adek.

Presentasi dan finalisasi

Kata Tgk Adek, Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) akan melakukan presentasi dan finalisasi terakhir terhadap draft perubahan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh (UUPA). presentasi dan finalisasi akan dilakukan di depan Forkopimda atau stakeholder Aceh dan dilaksanakan di Ruang Paripurna DPRA setempat.

“Itulah nanti yang akan menjadi draf bersama. Bukan milik DPRA, bukan milik pemerintah, tapi milik rakyat Aceh dan semua pemerintahan Aceh,” ujarnya.

Dalam mengkaji dan menyiapkan draf UUPA, pihak DPRA juga melibatkan beberapa unsur lainnya. Yakni DPRA, Lembaga Wali Nanggroe, Pemerintah, dan Tim Universitas Syiah Kuala (USK).

Tgk Adek menyebutkan, dari hasil tim kajian itu sebanyak 105 pasal yang berubah, kemudian sembilan pasal yang sisipan (bertambah) dan 12 pasal mengalami perubahan difrasa sesuai dengan aturan perundang-undangan.

“Secara presentase untuk saat ini diperhitungkan sudah mengalami perubahan sekitar 42,72 persen,” sebutnya.

Menurut Tgk Adek, dari hasil perubahan sekitar 42,72 persen itu, akan ada pengurangan lagi nantinya. Hal tersebut tergantung koneksi dengan pemerintah pusat.

“Kami akan melihat secara subtansi tentunya. Kami akan mempertahankan dari segi kewenangan Aceh, Sumber Daya Alam Aceh dan juga tentang pajak Aceh,” kata politisi Partai Aceh.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *