LENSAPOST.NET – Juru bicara pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur Aceh nomor urut 1 Bustami Hamzah – Teungku Fadhil Rahmi, Thamren Ananda, merespon pernyataan Ketua Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh yang menyebut paslon (pasangan calon) 1 tidak mempedomani tata tertib dekat terkait penggunaan alat elektronik berupa mic penjernih suara.
Menurut Thamren Ananda, tidak ada ketentuan larangan menggunakan alat elektronik berupa mic dalam tata tertib (tatib) debat paslon. Karena itu, paslon 1 telah menggunakan mic untuk dokumentasi internal itu sejak debat pertama digelar.
“Jika KIP Aceh melarangnya, semestinya itu diatur dalam Keputusan KIP Aceh terkait poedoman teknis pelaksanaan debat publik cagub Aceh yang wajib ditaati oleh setiap paslon peserta debat,” kata Thamren Ananda kepada awak media, Rabu, 20 November 2024.
Karena itu, Thamren menyesalkan keputusan KIP Aceh yang membatalkan debat publik secara sepihak yang sesungguhnya telah menghilangkan hak calon dan hak publik untuk mendapatkan akses informasi terkait kompetensi calon yang diuji dalam kegiatan debat.
“Pernyataan Ketua KIP Aceh telah membentuk opini publik bahwa Paslon 1 tidak patuh terhadap tata tertib debat, padahal itu sama sekali tidak ada dalam ketentuan tatib dan sama sekali tidak ada juknis debat yg diputuskan oleh KIP Aceh. Ini menunjukkan kekhawatiran bahwa Pilkada Aceh diselenggarakan oleh penyelenggara KIP yang amatiran, tidak profesional dan ada tendensi keberpihakan,” tegas Thamren.
Secara teknis pelaksanaannya, tambah Thamren, KIP Aceh memiliki kewenangan untuk mengatur lebih lanjut pedoman teknis dalam bentuk Juknis Debat Publik. Hal-hal teknis terkait apa yang dibolehkan dan apa yang dilarang diatur batasannya secara detil, selanjutnya disosialisasikan dan dikomunikasikan intens dengan Paslon dan tim kampanyenya. Namun, sudah dua kali debat digelar, kata Thamren, tidak ada larangan penggunaan microphone tambahan.
“Dari awal semestinya upaya mitigasi dengan membuat regulasi semacam Juknis dipikirkan oleh KIP Aceh, ini yg mungkin tidak dipertimbangkan, sebab kondisi dan potensi chaos di lapangan tidak dapat diprediksikan. Salah satu dari azas penyelenggaraan pemilihan adalah tertib, ini yang abai oleh penyelenggara,” katanya.[]