LENSAPOTS.NET—Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah diduga mengambil paksa tanah masyarakat untuk pembangunan venue Pacuan Kuda untuk PON Aceh-Sumut 2024. Kabar dari ahli waris tanah tersebut belum diganti rugi oleh pemkab setempat.
Juru bicara keluar ahli waris Abdel sudah menjelaskan detail persoalan kepada tim Satpol PP Aceh Tengah yang sedang melakukan pembebasan tanah yang rencananya akan dipakai untuk venue pacuan kuda, Rabu 28 Februari 2024.
Kata dia kepada petugas, pihak ahli waris sudah menyampaikan sanggahan kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN). Hal ini terjadi akibat mandeknya mediasi antara ahli waris dengan pihak Pemerintah Aceh Tengah.
“Tapi sekarang tiba-tiba sudah eksekusi sepihak begini. Dasar hukumnya apa pak,” tanya Abdel yang dialog dirinya dengan pihak Satpol PP Aceh Tengah sudah beredar di media sosial.
“Kami tidak ada ada niat untuk menghambat proses ini. Saya sebagai tim negosiator keluarga mengajak untuk duduk bersama. Hentikan dulu ini pak. Mohon hentikan dulu. Ini negara hukum. Apalagi ahli waris ini bukan keluarga pidana, teroris atau keluarga illegal,” tukas Abdel.
Abdel meminta pemerintah setempat untuk memanggil ahli waris membahas masalah tersebut. “Kami tak ada maksud untuk menghalang program pemerintah. Kita tetap dukung pembangunan venue itu. Tapi ganti rugi tetap mesti ada,” sebutnya.
Abdel juga sudah menjelaskan secara detail persoalan tanah tersebut kepada perwakilan BPN yang hadir langsung ke lokasi tanah yang berada di Blang Bebangka, Kecamatan Pengasin, Aceh Tengah.
Sementara salah satu ahli waris dr Syarifuddin menyebutkan, pihaknya sebagai ahli waris punya landasan kuat dan punya bukti konret bahwa mereka adalah pihak penggarap lahan tersebut.
“Di atas tanah ini pada tahun 1965 direncanakan akan dibangun Proyek Kertas. Tapi kemudian dibatalkan pembeliannya oleh pihak terkait,” ujar Syarifuddin sambil memperlihatkan dokumen lama milik keluarga.
Lalu, dia menambahkan, ada lima ahli waris tanah yakni Aman Ahmad, Aman Semedah, Aman Mursala, Inen Iyar Inen Ahsanah. “Ini memang tanaj punya tanah kakek sejak tahun 1924,” sebut dia lagi.
Abshar, Kepala Bagian Hukum Pemerintah Aceh Tengah, menegaskan bahwa langkah penertiban yang diambil bukanlah tindakan sembrono. Sebelumnya, Pemerintah Daerah (Pemda) Aceh Tengah telah melakukan kajian mendalam terhadap tanah yang tercakup dalam sertifikat hak pakai nomor 1, yang merupakan hibah dari Provinsi Aceh untuk Pemerintah Aceh Tengah.
“Kemudian menyangkut lokasi seperti yang kita lihat dilapangan ini ada masyarakat yang sudah menduduki atau sudah ada disini, kita sudah lakukan langkah-langkah awal kita sudah awali dengan cara persuasif,” tegas Abshar.
Abshar menegaskan bahwa Pemda telah mengambil langkah awal dengan pendekatan persuasif. Masyarakat diminta untuk memahami bahwa tanah tersebut adalah milik pemerintah, sesuai dengan sertifikat hak pakai nomor 1 yang dimiliki.
Apabila terdapat klaim dari masyarakat terkait kepemilikan tanah, pihaknya siap menyelesaikannya melalui jalur hukum.
“Mari kita selesaikan di pengadilan,”katanya.
Ia menyebut, beberapa kasus sudah diajukan ke pengadilan, dan putusan pengadilan telah dikeluarkan.