LENSAPOST.NET – Kasus dugaan pelecehan yang dilakukan oleh oknum guru ngaji terhadap santrinya kembali mencuat. Peristiwa ini terjadi saat ada pengunjung dari salah satu dayah di Kabupaten Aceh Utara yang sedang berlibur di kemah caping pinggir Danau Lut Tawar.
FS diketahui merupakan seorang guru ngaji di salah satu dayah di Aceh Utara dan diduga melakukan pelecehan terhadap santrinya selama liburan di Danau Lut Tawar, Aceh Tengah.
Pada tanggal 23 Juli 2024, jajaran Polres Lhokseumawe berhasil menangkap pelaku berinisial FS di daerah Rakal, Kecamatan Pintu Rime Gayo.
Kasus ini pun menuai kritik dari kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Takengon, Herman Gayo. Ia menyatakan keprihatinannya terkait dugaan pelanggaran syariat Islam di salah satu destinasi wisata yang berada di pinggiran Danau Lut Tawar.
“Menyikapi hal ini, saya selaku kader HMI Cabang Takengon meminta agar Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah melalui Satpol PP dan WH lebih meningkatkan pengawasan terhadap tempat-tempat wisata di Aceh Tengah,” ujar Herman, Sabtu 3 Agustus 2024.
Herman menegaskan bahwa Aceh adalah wilayah dengan otonomi khusus yang menerapkan hukum syariah di seluruh kawasan, termasuk Aceh Tengah. Oleh karena itu, ia berharap Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah bersikap tegas dalam menangani kasus ini, mengingat Aceh Tengah merupakan daerah pariwisata syariah sebagaimana diatur dalam Qanun Kabupaten Aceh Tengah Nomor 4 Tahun 2019 Pasal 6 Huruf a.
“Qanun tersebut jelas menyebutkan bahwa pengembangan destinasi pariwisata di Aceh Tengah harus berpedoman pada syariat Islam, dengan memperhatikan keunikan lokal, kesejarahan, nilai budaya, serta menjadi pusat pertumbuhan ekonomi, sosial budaya, dan pemberdayaan masyarakat yang didukung pelestarian lingkungan dan kearifan budaya,” jelas Herman.
Ia menambahkan bahwa jika merujuk pada qanun tersebut, pariwisata di Aceh Tengah harus sepenuhnya berpedoman pada hukum syariat. Namun, ia juga menyoroti adanya dugaan pelanggaran syariat lainnya yang masih terjadi di tempat-tempat wisata maupun lokasi-lokasi lain di kawasan Aceh Tengah.
“Kami berpandangan bahwa hal ini terjadi karena kurangnya pengawasan baik dari pemerintah maupun pihak pengelola lokasi wisata terhadap pengunjung pariwisata,” tegasnya.