NEWS  

Pemuda Aceh Reformasi Desak Pj Gubernur Copot Direktur RSUDZA

Ketua lembaga Pemuda Aceh Reformasi (PAR), Farras
Ketua lembaga Pemuda Aceh Reformasi (PAR), Farras

LENSAPOST.NET – Terkait dugaan malpraktek terhadap pasien, Pemuda Aceh Reformasi mendesak Pj Gubernur Aceh untuk mencopot Direktur RSUDZA.

Hal itu disampaikan Ketua lembaga Pemuda Aceh Reformasi (PAR), Farras menyikapi informasi yang beredar tentang adanya kejadian malaprakter terhadap Ibu dua anak asal Aceh Barat, Yismanila (41), yang mengalami kebutaan usai mendapatkan penanganan medis di RSUZA Banda Aceh.

“Kita bisa melihat begitu buruknya manejemen pelayanan terhadap pasien di RSUZA sekarang ini, pemuda Aceh Reformasi meminta kepada Pj gubernur Aceh untuk segera mengevaluasi Direktur RSUDZA tersebut,” ujar Farras, Senin 19 Februari 2024.

Farras menambahkan bahwa kejadian tersebut tidak terlepas dari lemahnya kepemimpinan Direktur RSUZA sekarang, dimana masyarakat menjadi korban.

Sebagaimana beredar di media massa kejadian tersebut menimpa Ibu dua anak asal Aceh Barat, Yismanila (41), yang mengalami kebutaan usai mendapatkan penanganan medis di RSUDZA Banda Aceh.

Farras mengharapkan Pj Gubernur Aceh melakukan langkah serius untuk menindak tegas Direktur RSUZA karena insiden tersebut.

Buruknya kinerja RSUDZA akan berdampak langsung pada kinerja Pj Gubernur Aceh, Achmad Marzuki.

“Pj Gubernur Aceh harus segera melakukan evaluasi Kinerja Direktur RSUZA dan menggantikannya dengan Pejabat lain yang lebih kompeten,” imbuh Farras.

Sebagaimana diberitakan sejumlah media online, Pasien asal Aceh Barat, Yismanila (41), yang mengalami kebutaan usai mendapatkan penanganan medis di RSUZA.

Menurut suami korban, Azhar, kondisi istrinya saat pertama masuk ke ruang rawat inap Nabawi masih segar bugar, tanpa mengeluh sakit. Laki-laki ini mengatakan, petaka mulai menimpa isterinya saat dokter bagian THT membawa Yismanila ke ruang bedah untuk dilakukan pemeriksaan kembali.

Saat itu, tim dokter THT memeriksa kembali hidung isterinya dengan cara mencongkel dengan alat. Tindakan itulah yang diyakini Azhar sebagai malpraktik. Karena, sebelumnya, dokter penangunggjawab tidak merekomdasikan orang lain melakukan tindakan apa-apa setelah dokter penanggung jawab selesai melakukan pemeriksaan.

“Dokter sudah mengingatkan hidung saya tidak boleh lagi dicongkel-congkel karena tumornya memang letaknya di pembuluh darah. Sedikit saja bergoyang pasti keluar darah,” ucap Yismanila kepada media.

Azhar mengatakan, hidung istrinya terus mengeluarkan darah hingga mencapai 1 botol air mineral atau sekitar setengah liter dan tidak bisa berhenti. Setelah kejadian itu, kata dia, operasi yang telah dijadwalkan terpaksa dibatalkan karena ditakutkan akan terjadi pendarahan lebih parah.

Dia menjelaskan, bahwa kepada para dokter sudah diingatkan agar tidak mengambil tindakan medis terhadap isterinya tanpa persetujuan dokter bagian THT. “Saya sudah menolak kenapa kalian paksa. Apalagi dokter Beni (bagian THT) belum memberikan tanda tangan, tapi kalian paksa-paksa. Makanya begini kejadiannya,” ucap Azhar menceritakan awal mula terjadi malpraktik kepada media massa.

Saat dikomplain begitu, lanjut Azhar, para dokter diam semua. “Waktu dicongkel-congkel itu, dokter yang congkel mengajari dokter-dokter lainnya. Sepertinya saya dijadikan bahan uji-coba mereka,” ungkap Yusmanila.

Setelah itu, sambung Azhar lagi, istrinya kembali dibawa ke ruang inap dangan kondisi darah yang masih menetes dari lubang hidung. Keesokan harinya, tiba-tiba tim dokter memutuskan untuk dilakukan Embolisasi (penyumbatan suatu pembuluh darah) melalui selang dari pangkal paha ke otak. Operasi kecil itu dilmulai seusai Magrib hingga pukul 23.00 WIB malam. Dari informasi yang diperoleh, tindakan itu disebut bertujuan untuk menutup kuntup darah agar tidak terjadi pendarahan saat operasi.

Menurut pengakuan Yusmanila, proses ini dilakukan dengan bius lokal. Sehingga, apa yang dilakukan dokter semua dapat dilihat dan dirasakan. Wanita ini mengaku merasa kesakitan luar biasa saat dimasukan selang dalam badan hingga ke otak.

Yusmanila mengaku tidak pernah membayangkan tindakan itu bakal membuatnya buta.  Yang dirasakan hanya rasa sakit yang tak tertahankan. “Saya tidak teringat bahaya ke mata. Saya bertanya dalam hati bagaimana kepala saya nanti, pasti sudah rusak, karena banyak sekali obat yang disemprot,” ujar wanita ini dengan tatapan ke wajah anaknya.

Usai dilakukan tindakan itu, cerita Azhar, istrinya muntah-muntah hebat hingga setengah sadar. Dalam kondisi tersebut, kedua matanya memang tidak bisa dibuka. Waktu itu, ia masih berpikir, mungkin karena pengaruh obat.

Ternyata, perkiraanya Azhar salah besar. Karena, setelah isterinya sadar sekitar pukul 4.00 pagi, mata kanan wanita itu memang sama sakali tidak bisa melihat lagi.

Melihat isterinya cacat, lelaki ini pun merasa terpukul. Lalu, ia menangis sekuat-kuatnya. “Waktu masuk kemari, mata dia tidak ada keluhan sedikitpun. Kenapa setelah kemari malah jadi buta,” protesnya.

Azhar sangat menyesalkan perlakuan pihak rumah sakit. Maksud hati ingin mendapatkan pertolongan medis agar penyakit yang diderita sembuh, malah sebaliknya. “Bukan sakit yang diderita berkurang, malah bertambah sakit lainnya,” sesal Azhar kepada media.

Untuk memastikan kesehatan mata isterinya, kata Azhar, pada hari Jumat 15 Februari sudah dilakukan pemeriksaan ke Poli Mata. Dari dokter spesialis mata diperoleh informasi, bahwa berdasarkan hasil USG, mata kanan wanita ini mengalami buta permanen.

Direktur RSUDZA Banda Aceh dr. Isra Firmansyah, SpA.,PhD dikonfirmasi belum tersambung. Pesan WhatsApp yang dikirim waratwan media ini pun masih centang satu.

Sementara sehari sebelumnya, Direktur RSUDZA Banda Aceh kepada kontrasaceh.net–jaringan lensapost.net mengaku akan mengecek terlebih dahulu laporan tersebut.

“Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh. Baik, terimakasih atas laporannya. Akan saya cek. Barakallahu fiik,” jawab dr. Isra Firmansyah singkat melalui pesan WhatsApp. []

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *