Kopi Khop, Cara Beda Menikmati Kopi Aceh

Kopi Khop [Foto: Fahzian Aldevan]

LENSAPOST.NET – Mengenal kuliner Aceh tak melulu soal mie maupun makanan yang kaya akan rempah seperti Sie Tuom, Kuah Beulangong dan sebagainya. Banyak kuliner yang ringan, namun memiliki khas yang bahkan daerah lain tidak memilikinya. Misalnya Kopi Khop.

Sebagai daerah penghasil kopi, Aceh juga terus mengembangkan variasi penyajian kopi, dari kopi yang dulunya hanya dikenal kopi hitam dengan rasa pahit yang melekat, kini mulai menemukan sajian rasa dan warna.

Seperti penyajian melalui manualbrewing dengan aneka rasa buah, kopi sanger dan sebagainya. Bahkan cara minumnya pun punya cara yang berbeda dengan lainnya, seperti kopi tubruk Kopi Khop, yang cara meminumnya dengan sedotan dan gelas terbalik.

Kopi Khop sebenarnya tidak jauh berbeda dengan kopi-kopi lainnya yang ada di Aceh. Kopi ini juga hampir sama dengan kopi tubruk yang ampas kopi menyatu dalam kopi tanpa disaring.

Kopi ini bisa diminum sambil mengangkat piringnya, bisa juga diminum melalui sedotan. Caranya ditiup terlebih dahulu sehingga cairan kopi merembes keluar gelas. Kopi dengan sajian ini dikenal dengan nama “Kupi Khop” atau dalam bahasa Indonesia berarti “Kopi Tertelungkup”.

Kopi Khop berasal dari Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat. Konon cara penyajian kopi tersebut terilhami dari model topi yang menjadi trade mark pahlawan nasional yang berasal dari daerah setempat yaitu Teuku Umar. Penyajian kopi itu telah ada sejak zaman penjajah atau pada saat Teuku Umar bergerilya.

Dari perjalanannya, ada juga yang menyebutkan bahwa Kopi Khop ini bermula dari kebiasaan masyarakat di wilayah pesisir Aceh Barat yang hendak minum kopi tapi dalam waktu yang lama. Hanya sekali seruput, lalu kopinya ditinggal untuk pergi bekerja ke laut.

Para penikmat Kopi Khop [Fahzian Aldevan]

Konon juga istilah Kopi Khop ini juga muncul dari kata-kata terakhir Teuku Umar sebelum tewas tertembak saat berperang dengan pasukan Belanda. Teuku Umar berkata “Beungoh singoh geutanyoe jep kupi di keudee Meulaboh atawa ulon akan syahid.” Artinya. “Besok pagi kita akan minum kopi di Meulaboh atau aku akan mati syahid.” Namun nahas, sebelum sempat menyerang, beliau tewas tertembus peluru. Tidak ada minum kopi bersama di Meulaboh pagi itu.

“Makanya ditelungkupkan, agar kopi tetap hangat dan tidak tercemar debu dan kotoran. Jadi saat si pemesan kopi tadi kembali setelah bekerja di laut, mereka masih bisa menikmati kopinya lagi,” sebut Yudi, seorang bartender Kopi Khop beberapa waktu lalu.

Namun, persebaran kopi ini juga sudah mulai merata ke penjuru Aceh. Yudi menjelaskan, cara penyajian kopi khop ini sangat mudah. Hanya dibutuhkan kecepatan untuk membalikkan gelas ke dalam piring kecil. “Habis diaduk terus dibalik, simple aja. Proses pembuatannya hanya tiga menit,” katanya.

Kopi Khop ini, kata Yudi, seninya hanya pada saat menyeruput melalui sedotan. Jika baru pertama kali, pasti akan kesulitan. Apalagi kopi yang disajikan cukup panas. Ada tekhnik sendiri agar peminum dapat menyeruputnya melalui sedotan.

Hal itu juga dirasakan oleh Dedi, ia sempat kewalahan untuk bisa menyeruput kopi khop. “Awalnya agak susah. Karena tertahan sama ampas kopi. Ternyata harus ditiup dulu setelah merembes lalu diminum,” ucapnya.

Satu gelas Kopi Khop ini di Banda Aceh berkisar Rp 10 ribu, itu tergantung kopi yang akan di pesan. Untuk menemukan warung kopinya  pun tidak terlalu sulit. Salah satunya di Warkop tubruk arabika berada di pinggir jalan AMD kawasan Batoh, Banda Aceh.

Ditahun 2019 Pemerintah Kabupaten Aceh Barat telah mendeklarasikan Kupi Khop sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBT) Kabupaten Aceh Barat, artinya Kupi Khop merupakan salah satu aset tak berwujud atau intangible asset bagi masyarakat khususnya di Provinsi Aceh. [ADV]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *