LENSAPOST.NET – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang gugatan soal usia capres/cawapres yang diajukan oleh Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dkk. Dalam agenda MK itu, sejumlah ahli akan memberikan keterangan.
“Sidang 29/PUU-XXI/2023 Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum pukul 10.00 WIB,” demikian jadwal sidang MK yang dikutip detikcom, Selasa (29/8/2023).
Perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023 diajukan oleh PSI yang meminta usia capres/cawapres minimal 35 tahun. Digabung juga sidang 51/PUU-XXI/2023 yang diajukan Partai Garuda yang meminta usia capres/cawapres 40 tahun atau pernah menjabat di bidang pemerintahan. Adapun perkara 55/PUU-XXI/2023 juga digabung yang diajukan oleh sejumlah kepala daerah. Mereka meminta agar capres/cawaprers minimal 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara.
“Mendengarkan Keterangan Ahli Pihak Terkait Perludem, Keterangan Pihak Terkait Evi Anggita Rahma, dkk, Keterangan Pihak Terkait Rahyan Fiqi, dkk, Keterangan Pihak Terkait Oktavianus Rasubala, serta Keterangan Pihak Terkait KIPP dan JPPR (VI),” demikian agenda sidang tersebut.
Sebagaimana diketahui, pasca gugatan usia minimal, muncul gugatan usia maksimal capres/cawapres. Sebagaimana diajukan leh Aliansi 98 Pengacara Pengawal Demokrasi dan HAM. Selain meminta usia capres/cawapres dibatasi maksimal 70 tahun, aliansi ini juga meminta pengaturan syarat capres/cawapres lainnya. Yaitu:
tidak pernah melakukan kekerasan dan/atau menjadi bagian orang atau kelompok orang yang melakukan pelanggaran HAM berat, penculikan aktivis, penghilangan orang secara paksa serta terlibat atau menjadi bagian orang atau kelompok orang yang melakukan pelanggaran HAM dari peristiwa pelanggaran HAM 1998.
“Kami meminta dan ingin memastikan negara hadir pada pemilu tahun 2024 untuk secara aktif dan responsif mencegah masuknya calon Presiden dan/atau Wakil Presiden yang memiliki rekam jejak pernah melakukan kekerasan dan/atau menjadi bagian orang atau kelompok orang yang melakukan pelanggaran HAM berat, penculikan aktivis, penghilangan orang secara paksa serta terlibat atau menjadi bagian orang atau kelompok orang yang melakukan pelanggaran HAM dari peristiwa pelanggaran HAM 1998,” kata Ketua Aliansi 98, Halim Javerson Rambe dalam keterangan persnya.