Pemilihan Umum sebagai pesta demokrasi rakyat dalam pelaksanaanya kerap terjadi berbagai problematika dan perselisihan termasuk adanya sengketa yang terjadi dalam Pemilu.
Sebaik-baik sistem penyelenggaraan pemilu dirancang di dalamnya selalu ada kemungkinan terjadi pelanggaran yang dapat mereduksi kualitas pemilu, untuk itu sebaik-baik sistem penyelenggaraan pemilu, di dalamnya senantiasa tersedia mekanisme kelembagaan terpercaya untuk menyelesaikan berbagai jenis keberatan dan sengketa pemilu.
Pelanggaran pemilu dapat terjadi sejak perencanaan, persiapan, tahapan hingga perhitungan suara hasil pemilu. Konsekwensi dari pemilu serentak yang telah di adakan tahun 2019 menjadi pengalaman juga nantinya Pemilu serentak tahun 2024 tentunya menjadi pelajaran penting bagi system ketatanegaraan Indonesia lebih khusus terkait dengan menghasilkan pemilu yang benar-benar demokrasi.
Problematika pemilu serentak masih menyisahkan berbagai permasalahan dan menjadi Pekerjaan rumah kepada seluruh penyelenggara negara yang terkait, berbagai masalah seperti dugaan kecurangan, money politik, kesalahan prosedur administratif yang mengakibatkan pemungutan suara ulang di beberapa daerah, dugaan kecurangan perhitungan suara juga menjadi rentetan pemilu serentak, mulai kotak suara terbakar, input data real count di system informasi perhitungan suara KPU yang salah dan beberapa daerah di mana surat suara tercoblos salah satu pasangan calon presidan. Berdasarkan pengalaman pemilu serentak 2019 juga telah menelan ratusan korban jiwa baik dari petugas, KPPS, Bawaslu hingga aparat kepolisian, sehingga pemilu sebagai pesta demokrasi yang seharusnya menjadi hari bahagia berubah menjadi hari menimbulkan duka dan menjadi bencana nasional.
Bawaslu sebagai pengawas Pemilu dalam kewenangan Bawaslu dalam menyelesaikan sengketa proses pemilu telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Maka, Bawaslu berhak dan berwenang dalam menyelesaikan sengketa proses pemilu. Beberapa potensi-potensi sengketa pemilu, lanjut Fahmi dapat terjadi karena ada salah satu pihak yang dirugikan oleh Keputusan KPU.
Sengketa juga dapat terjadi antar peserta dengan peserta pemilu dan antar peserta dengan penyelenggara pemilu dalam hal ini KPU. Adapun objek sengketanya meliputi keputusan KPU RI, keputusan KPU provinsi dan keputusan KPU kabupaten/kota. Keputusan tersebut meliputi surat keputusan dan atau berita acara. Kewenangan Bawaslu dalam menyelesaikan sengketa dapat dilakukan dengan cara menerima permohonan penyelesaian sengketa proses pemilu, melakukan verifikasi formal dan verifikasi materiil permohonan penyelesaian sengketa proses pemilu, melakukan mediasi antarpihak yang bersengketa, melakukan proses ajudikasi sengketa proses pemilu, dan memutus penyelesaian sengketa proses pemilu.
Bawaslu hanya berwenang menyelesaikan sengketa proses pemilu/pemilihan. Sedangkan untuk sengketa hasil, yang memiliki kewenangan adalah Mahkamah Konstitusi. Dalam tahapan pemilu, Bawaslu melakukan proses penyelesaian sengketa dengan jalur mediasi, dan apabila mediasi tidak menemukan kesepakatan, maka dilakukan siding ajudikasi.
Sengketa pemilu merupakan rangkaian penyelesaian dan pemulihan atas terjadinya pelanggaran pemilu. Pelanggaran pemilu dapat terjadi sejak perencanaan, persiapan, tahapan hingga perhitungan suara hasil pemilu. Pelanggaran dapat berupa pelanggaran administrasi dan pelanggaran pidana. Pelanggaran administrasi berlangsung di seputar pemenuhan hak setiap warga negara untuk berpartisipasi dalam pemilu baik sebagai pemilih maupun untuk dipilih, baik calon perorangan maupun partai politik. Tidak jarang warganegara yang telah memenuhi syarat tidak terdaftar sebagai pemilih dan atau sebaliknya tidak sedikit warga negara yang belum memenuhi syarat atau telah meninggal dunia terdaftar sebagai pemilih atau pemilih ganda. Luaran atas permasalahan tersebut berimplikasi pada daftar pemilih, hak memilih, dan perhitungan suara. Tidak terdaftarnya seseorang dalam daftar pemilih dapat berimplikasi terhadap hilangnya hak pilih seseorang yang sangat fundamental dalam negara hukum demokrasi. Selanjutnya daftar pemilih yang tidak bertuang dapat dimanfaatkan untuk berbuat curang berupa penggelembungan suara untuk memenangkan pihak- pihak tertentu.
Sengketa atau perselisihan dalam Pemilu menurut Ramlan Surbakti dkk (2011) dapat dibagi menjadi dua, yaitu: pertama, sengketa dalam proses pemilu (khususnya yang terjadi antar-peserta pemilu atau antar kandidat) yang selama ini ditangani panitia pengawas pemilu; dan kedua sengketa atau perselisihan hasil pemilu. Sesuai ketentuan UUD 1945, UU Pemilu, dan UU MK; wewenang penyelesaian perselisihan hasil pemilu beradadi tangan Mahkamah Konstitusi. Sebenarnya ada lagi sengketa yang ketiga, yang tidak diatur di dalam UU, yakni: (3) sengketa peserta atau calon yang keberatan atas penetapan KPU atau KPUD. Sejumlah masalah terjadi dalam pemilu dan pilkada terjadi sebagai akibat kekurangan aturan main yang perlu diperbaiki pada masa mendatang. Salah satu masalah yang kerap muncul adalah keputusan penyelenggara pemilu mengenai peserta pemilu dan kandidat presiden (serta kandidat kepala daerah). Gagalnya calon peserta pemilu serta bakal kandidat presiden dan kepala daerah akibat keputusan penyelenggara pemilu masih terus terjadi. Untuk mengetahui permasalahan yang diungkapkan dalam penulisan ini digunakan teori sistem hukum yang didukung oleh teori kepastian hukum dan teori negara hukum “Pancasila”. Teori besarnya adalah teori negara hukum yang dikembangkan oleh JJ. Rosseau15, dimana prinsipnya apabila dalam pelaksanaan kewenangannya, pemerintah melanggar hak-hak warga negara harus ada pengadilan administrasi yang menyelesaiakannya. Pemikiran ini diperkuat dengan konsep negara hukum Pancasila yang diperkenalkan oleh Mochtar Kusuma Atmaja dimana di dalam masyarakat diperlukan berbagai peraturan yang mengatur segala tindak tanduk manusia sampai sedetail-detailnya demi kelancaran hidup masyarakat dan untuk mencegah hambatan-hambatan atau ketidakadilan (CFG. Sunaryati, Hartono, 1988).
Terdapat suatu pemahaman umum menurut Mhd. Ansori (2019)bahwa proses dan mekanisme penyelesaian sengketa pemilu yang efektif (effective electoral dispute resolution mechanisms and processes) merupakan suatu sine qua non bagi pemilu yang jujur dan adil, Ada tiga isu fundamental dalam penyelesaian sengketa pemilu, yaitu: pertama, Validitas hasil, dan dengan demikian hak untuk menguji atau menggugat hasil pemilu; kedua, Tindakan administratif dari para penyeneggara pemilu untuk memperbaiki atau menyelesaikan suatu masalah, yang dipersoalkan oleh para pencari keadilan yang hak-hak pemilu dilanggar; dan ketiga Tuntutan pidana bagi mereka yang melakukan tindak pidana pada proses pemilu. Berdasarkan paparan di atas menunjukkan bahwa penyelesaian sengketa pemilihan umum di Indonesia dapat diselesaikan oleh Badan Pengawas Pemilu, Peradilan Tata Usaha Negara dan Mahkamah Konstitusi, bila terjadi sengketa proses pemilihan umum dapat diselesaikan Badan Pengawas Pemilu dan Peradilan Tata Usaha Negara, lain halnya dengan sengketa hasil pemilihan umum dapat diselesaikan Mahkamah Konstitusi.
Wallahu Muwaffiq Ila Aqwamith Thariq
Tgk. Helmi Abu Bakar el-Langkawi
Pegawai Tenaga Administrasi di KIP Pidie Jaya dan Guru Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga serta Kandidat Doktor UIN Ar-Raniry Banda Aceh