NEWS  

Penataan Peunayong jangan Sebatas Basa-basi, Pemko Didesak Tepati Janji

Pengamat kebijakan publik Usman Lamreung [Dok Pribadi]

LENSAPOST.NET – Pengamat kebijakan publik Usman kembali menyoroti kebijakan Pemerintah Kota Banda Aceh. Ia mengatakan Pemerintah telah merencanakan dan melaksanakan revitalisasi Peunayong menjadi Kota Tua, pusat kuliner, dan taman kota.

Menurutnya ini adalah langkah baik dengan tujuan menata pembangunan wisata sejarah dan kuliner. Namun, yang disayangkan adalah penataan Peunayong ini tidak tuntas dan belum selesai sesuai dengan rencana.

Peunayong yang diharapkan menjadi Kota Tua, pusat kuliner, dan taman, tidak menunjukkan perubahan yang diharapkan. Bahkan, kawasan ini seakan menjadi kota mati yang tidak berdampak apapun bagi masyarakat dan wisatawan.

“Tetapi tidak berbanding dengan kondisi saat ini, tidak berdampak apapun, malah menjadi kota mati,”kata akademisi Universitas Abulyatama ini kepada LensaPost.net, Senin 1 Juli 2024.

Oleh karena itu, dia mendesak Pemerintah Kota Banda Aceh harus menepati janji dan melanjutkan penataan Peunayong dengan serius. Jika revitalisasi dilakukan dengan baik dan bukan hanya basa-basi, tentu akan berdampak positif pada sektor pariwisata dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Diketahui, kata dia, Pasar tradisional di Peunayong telah direlokasi ke Pasar Al Mahirah, meski ada pro dan kontra terkait hal ini. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah mengapa Pemerintah Kota tidak tuntas dalam melakukan penataan dan revitalisasi Peunayong. Saat ini, Peunayong tampak seperti daerah kumuh yang tidak terurus.

“Kami tidak membahas relokasi, tetapi mempertanyakan kenapa Pemko tidak tuntas melakukan penataan dan revitalisasi Peunayong yang saat seperti daerah kumuh, dan tak terurus?” Kata Usman, mempertanyakan.

Disamping itu, dirinya ikut mengulas tentang sejarah Banda Aceh, salah satu kota tertua di Indonesia, kini telah berusia 819 tahun. Dahulu, kota ini menjadi pusat Kesultanan Aceh Darussalam yang didirikan oleh Sultan Ali Alaidin Mughayat Syah pada tahun 1514. Kesultanan ini dikenal sebagai kerajaan besar yang disegani dan ditakuti di ujung barat Sumatera, bahkan menaklukkan wilayah hingga Semenanjung Malaka.

Sejarah panjang Aceh tentu meninggalkan banyak jejak berupa situs, cagar budaya, batu nisan, dokumen, benda sejarah, pusaka, dan peninggalan peradaban lainnya. Bukti-bukti sejarah ini penting untuk dipelihara dan dijadikan pijakan dalam menyusun kebijakan pembangunan masa kini dan masa depan.

“Maka penting pemangku kekuasaan menjaga, merawat, memelihara, ditambah memperluas kajian riset sebagai dasar pijakan merumuskan kebijakan pembangunan sosial politik, budaya, ekonomi dan pendidikan masa kini,”sebutnya. **

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *