Jatam Bongkar Penguasa Nikel di 3 Pulau Kecil di Raja Ampat

Penampakan bekas aktivitas penambangan nikel di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya. (Foto: Dok. Greenpeace Indonesia).

LENSAPOST.NET – Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) membongkar sejumlah tambang nikel yang menguasai pulau-pulau kecil di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya. Mereka diduga merusak ekosistem lingkungan di destinasi wisata unggulan Indonesia itu.

“Setidaknya ada 34 pulau kecil di Indonesia yang dikuasai tambang. Termasuk 4 Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel yang di wilayah Raja Ampat. Ada 3 pulau di Raja Ampat yakni Pulau GAG, Pulau Manuran, Pulau Kawe,” kata Juru Kampanye Jatam, Alfarhat Kasman di Jakarta, Jumat (6/6/2025).

Sementara 3 diantaranya berada di kawasan pulau-pulau kecil, seperti Pulau GAG, Pulau Manuran dan Pulau Kawe. Pertama, Pulau GAG yang luasnya 6.030,53 hectare, berpendududk sekitar 1.000 orang, dibebankan IUP PT Gag Nikel, anak usaha PT Antam Tbk dengan luas izin 13.136 ha. “Lebih besar ketimbang luas pulau itu,” kata Alfarhat.

Kedua, Pulau Manuran yang terletak di Distrik Waigeo, Raja Ampat, Papua, luasnya 746,86 hektare, telah dikapling oleh pertambangan nikel milik perusahaan PT Anugrah Surya Pratama yang izinnya dikeluarkan Kementerian ESDM pada 2018.

“Perusahaan ini memiliki luas izin 1,173 hektare yang mana luas izin melebihi dari luas pulau itu sendiri,” imbuhnya.

Perusahaan ini, menurut temuan Jatam, merupakan anak usaha dari PT Wan Xiang Group Indonesia, perusahaan smelther yang berlokasi di Bungku Timur, Morowali, Sulawesi Tengah. “Bisnis inti perusahaan adalah tambang nikel dan peleburan Feronikel,” imbuhnya.

Ketiga, Pulau Kawei yang luasnya sekitar 48,03 kilometer persegi. Ada PT Kawei Sejahtera Mining dengan luas konsesi 5.922 ha. Konsesi tambang yang dimiliki perusahaan ini juga melampaui luas dari Pulau Kawe.

Dikutip dari Minerba One Data Indonesia ESDM, perusahaan ini dimiliki salah seorang kaki tangan pengembang besar di Indonesia.

“Ingat, Raja Ampat itu tidak sekadar destinasi wisata unggulan, namun 97 persen merupakan konservasi mulai dari rumah dari 75 persen karang dunia, ribuan spesies ikan laut hingga hutan tropis,” ungkapnya.

Dia menyebut, penambangan yang dilakukan tambang nikel nakal, akan memicu pencemaran dan penghancuran ekosistem laut. Ini akan berdampak pada lebih dari 50.000 jiwa penduduk yang hidup di sekitar gugusan pulau Raja Ampat.

Laut merupakan sumber pangan warga sekaligus sumber mata pencaharian warga melalui aktivitas nelayan tradisional. Jika ini dirusak, maka ini adalah bentuk pemiskinan terhadap warga secara nyata.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia setop operasional PT Gag Nikel, terkait laporan tambang nikel nakal yang merusak lingkungan Raja Ampat, berdasarkan temuan Greenpeace Indonesia.

Dalam waktu dekat, Menteri Bahlil akan memverifikasi ke lapangan terhadap aktivitas perusahaan yang berada di kawasan konservasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, sehingga tidak boleh digunakan untuk kegiatan tambang.

“Maka kami sudah memutuskan lewat Dirjen Minerba untuk status daripada IUP PT GAG yang sekarang lagi mengelola, itu kan cuma satu ya, itu kami untuk sementara kita hentikan operasinya sampai dengan verifikasi lapang. Kita akan cek,” kata Menteri Bahlil, Jakarta, Kamis (5/6/2025).

Menteri Bahlil menjelaskan, langkah penghentian ini bersifat sementara sambil menunggu hasil verifikasi lapangan oleh tim dari Kementerian ESDM. Dia berencana meninjau langsung lokasi tambang tersebut dalam kunjungan kerjanya ke wilayah Papua Barat Daya, dalam waktu dekat.

“Saya ingin ada objektif. Nah untuk menuju ke sana agar tidak terjadi kesimpangsiuran,” katanya.

sumber: inilah