Lensapost.net I Aceh Besar – Di tengah meningkatnya kekhawatiran terhadap penyebaran paham radikal di provinsi bersyariat Islam, Kementerian Agama (Kemenag) Aceh Besar terus menggencarkan langkah pencegahan melalui penguatan dakwah moderat. Salah satu upaya nyata dilakukan lewat kegiatan Pembinaan Dai-Daiyah bagi Penyuluh Agama Islam yang digelar di Aula Hotel Hijrah Lambaro, Kecamatan Ingin Jaya, Rabu (29/10/2025).
Kegiatan tersebut menghadirkan Ketua LP Ma’arif PCNU Aceh Besar Dr. Tgk Mawardi, S.Th.I., M.A. yang tampil sebagai narasumber utama.
Dalam paparannya Tgk Mawardi menekankan pentingnya peran penyuluh agama sebagai garda terdepan dalam menjaga ketenangan sosial dan memperkuat sendi-sendi keberagamaan di tengah masyarakat plural.
Istilah penyuluh sendiri berakar dari kata suluh, yang berarti alat penerang—sebuah simbol peran luhur untuk memberi cahaya di tengah kegelapan kebingungan, ketidaktahuan, dan kesalahpahaman keagamaan.
“Dalam konteks kehidupan berbangsa, penyuluh agama bukan sekadar pengajar, melainkan pelita moral yang menuntun umat menuju pemahaman Islam yang moderat, damai, dan rahmatan lil ‘alamin, ” ungkapnya.
Sosok tokoh pendidikan yang juga Wakil Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry Banda Aceh itu menyebutkan.kehadiran penyuluh agama menjadi semakin penting ketika dunia menghadapi ancaman radikalisme, ekstremisme, dan intoleransi. Berbagai bentuk penyimpangan dalam memahami ajaran agama—seperti eksklusivisme beragama yang menonjolkan superioritas kelompok dan menutup diri dari pandangan lain—sering kali menjadi benih lahirnya ekstremisme.
“Dari ekstremisme inilah kemudian tumbuh radikalisme, bahkan terorisme, yang menggunakan kekerasan demi kepentingan ideologis dan politik,” ulasnya.
Dosen UIN Ar-Raniry Banda Aceh itu menambahkan di sinilah peran strategis penyuluh agama menemukan relevansinya. Mereka berfungsi sebagai agen perubahan sosial yang menghadirkan wajah Islam yang teduh dan inklusif. Dalam teori strukturisasi, penyuluh dapat dilihat sebagai agen yang membentuk struktur sosial melalui tindakan dan kebiasaan berulang yang menanamkan nilai toleransi dan dialog.
“Masyarakat melihat penyuluh sebagai figur panutan—tempat bertanya, penyejuk batin, dan sumber ketenangan spiritual. Karena itu, setiap kata dan tindakan mereka dapat menjadi energi moral bagi perubahan sosial yang konstruktif. Dalam menjalankan tugas dakwah, seorang penyuluh harus menyadari heterogenitas masyarakat yang dihadapinya. Penyuluhan mesti dilakukan secara persuasif, bijak, dan penuh kasih sayang, jauh dari sikap memaksa,”paparnya.
Tgk Mawardi mengatakan dakwah tidak boleh diwarnai kebencian atau penghinaan terhadap kelompok lain. Rasulullah SAW telah mencontohkan bagaimana menyampaikan kebenaran dengan kelembutan hati. Prinsip ini sejalan dengan semangat ukhuwah insaniyah (persaudaraan kemanusiaan) yang menjadi inti moderasi beragama.
Selain menyebarkan nilai kebajikan, penyuluh agama menurutnya juga memiliki tanggung jawab untuk mengedukasi masyarakat agar tidak mudah terprovokasi oleh isu-isu negatif, terutama yang mengatasnamakan agama. Mereka menjadi jembatan antara pemerintah, tokoh masyarakat, dan umat, dalam mengarahkan opini publik menuju kemaslahatan.
Di sisi lain menurut akademisi yang sering diundang acara seminar nasional dan regional dalam membumikan moderasi beragama itu menjelaskan bahwa penyuluh berperan sebagai perekatan sosial dan spiritual yang mencegah munculnya konflik bernuansa keagamaan. Dalam praktiknya, dakwah penyuluh hendaknya menjadi inspirasi yang menguatkan ketahanan moral bangsa. Mereka adalah suluh yang tidak hanya menerangi, tetapi juga menghangatkan, mempersatukan, dan membangun harmoni sosial.
“Ketika penyuluh agama menjalankan perannya dengan bijak, maka mereka sejatinya sedang menegakkan pilar penting dari Islam rahmatan lil ‘alamin — Islam yang menyejukkan, bukan menakutkan; mengajak, bukan menghakimi, ” sambungnya.
Lebih lanjut Tgk Mawardi menehaskan bahwa penguatan peran penyuluh agama dalam kurikulum, pendidikan masyarakat, dan kebijakan pemerintah menjadi langkah strategis untuk membendung radikalisme serta menumbuhkan generasi beriman yang toleran dan beradab.
“Dari tangan-tangan penyuluh inilah, Islam di Aceh dan Indonesia diharapkan terus berwajah ramah, bersuara damai, dan berpihak pada kemanusiaan,” pintanya. []












