Lensapost.net | Banda Aceh — “Islam tidak lahir dari kemarahan, tapi dari kasih sayang.” Kalimat ini menjadi pembuka menggetarkan dari Dr. Mawardi, S.Th.I., M.A., saat tampil sebagai narasumber utama dalam kegiatan Pengembangan Kompetensi dan Inovasi Pembelajaran Guru Pendidikan Agama Islam (PAI) Zona 1 yang berlangsung di Portola Grand Arabia Hotel Banda Aceh, Kamis, 16 Oktober 2025.
Kegiatan yang melibatkan guru PAI dari Kota Sabang, Banda Aceh, Aceh Besar, dan Pidie itu mengusung tema besar “Bersama Meningkatkan Kompetensi, Menggerakkan Inovasi, Mewujudkan PAI Berkualitas.” Dalam kesempatan itu, Dr. Mawardi — yang juga Ketua LP Ma’arif NU Aceh Besar dan Dosen UIN Ar-Raniry — memaparkan materi bertajuk “Internalisasi Nilai-Nilai Moderasi Beragama di Sekolah.”
Menurutnya, salah satu tantangan terbesar dunia pendidikan saat ini adalah bagaimana mengembalikan ruh lembut Islam di ruang kelas. “Guru PAI sering kali terjebak pada pola ajar tekstual dan formalistik. Padahal, ajaran Islam itu menentramkan, bukan menakutkan,” ujarnya tegas.
Dr. Mawardi mengajak seluruh guru PAI agar tampil sebagai figur inspiratif dan menenangkan di tengah anak didik. “Kita tidak sedang mencetak siswa yang hafal dalil semata, tetapi membentuk manusia yang berakhlak, yang mampu menghormati perbedaan dan memelihara kedamaian,” katanya.
Wadek Fakultas Ushuluddin dan Filsafat (FUF) UIN Ar-Raniry menegaskan, moderasi beragama bukan sekadar program pemerintah atau jargon kementerian, melainkan nilai inti dari ajaran Islam itu sendiri. “Al-Qur’an menegaskan, ‘Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu umat yang pertengahan (ummatan wasathan)…’ (QS. Al-Baqarah: 143). Ayat ini menegaskan bahwa menjadi moderat adalah identitas sejati umat Islam,” terang Mawardi.
Dalam paparannya, ia menjelaskan tiga pendekatan utama internalisasi nilai-nilai moderasi beragama di sekolah: transformasi nilai, dialog nilai, dan trans-internalisasi. Melalui transformasi nilai, guru menanamkan pemahaman keislaman yang adil, lembut, dan inklusif.
Ia menjelaskan bahwa dialog nilai dilakukan dengan membuka ruang percakapan antara guru dan siswa agar muncul kesadaran empatik. Sedangkan trans-internalisasi diwujudkan dalam keteladanan nyata, sehingga guru menjadi model moral yang hidup.
“Anak-anak bukan hanya mendengarkan pelajaran, tetapi meniru perilaku kita. Ketika guru PAI mampu hadir dengan wajah teduh dan hati terbuka, itulah dakwah paling efektif,” ujarnya disambut tepuk tangan para peserta.
Lebih lanjut, Dr. Mawardi mengingatkan bahwa sembilan nilai utama moderasi beragama—yakni tawasuth (jalan tengah), i’tidal (adil), tasamuh (toleransi), islah (perdamaian), qudwah (keteladanan), wathaniyah (cinta tanah air), anti kekerasan, akomodatif terhadap budaya lokal, dan syura (musyawarah)—harus dihidupkan secara konkret di sekolah-sekolah.
“Sekolah merupakan taman kebinekaan. Bila guru PAI bisa menghadirkan Islam yang ramah, bukan marah, maka generasi kita akan tumbuh dengan jiwa damai dan pikiran terbuka,” ungkapnya.
Ketua LP Ma’arif Aceh Besar itu juga menekankan pentingnya rekontekstualisasi pembelajaran PAI agar selaras dengan semangat zaman dan tantangan era digital. Menurutnya, guru tidak boleh terjebak dalam metode ceramah monoton.
Ia mendorong agar guru memanfaatkan teknologi dan pendekatan naratif untuk menanamkan nilai-nilai moral yang relevan dengan realitas peserta didik masa kini.
“Guru yang kreatif akan menemukan cara baru dalam menanamkan nilai-nilai Qur’ani tanpa menggurui. Jadikan pembelajaran sebagai ruang dialog, bukan ruang vonis,” pesannya.
Ia menutup materinya dengan refleksi mendalam yang membuat suasana ruangan hening sejenak.
“Jangan ajarkan Islam dengan wajah marah, tapi dengan jiwa ramah. Karena dari kelembutan itu, lahir keberkahan ilmu dan ketenangan hati,” tuturnya lirih namun kuat.
Dosen UIN Ar-Raniry Banda Aceh itu menambahkan kegiatan yang diinisiasi oleh Bidang PAI Kanwil Kemenag Aceh ini berlangsung selama tiga hari dan diharapkan dapat memperkuat peran guru dalam menciptakan ekosistem pendidikan yang toleran, inovatif, dan berkeadaban.
“Semoga dari forum ini lahir guru-guru PAI yang bukan hanya cerdas di kepala, tapi juga hangat di hati,” pungkasnya. []












