LENSAPOST.NET –Hati-hati. Dinamika politik yang penuh drama selama Pemilu 2024 bisa memicu stres, yang dampaknya bisa mengganggu kondisi mental health. Bukan itu saja, stres juga bisa berpengaruh pada kesehatan jantung dan pencernaan.
Psikiater dari Mayapada Hospital Tangerang, dr Jap Mustopo Bakhtiar, SpKJ, menyarankan untuk segera berkonsultasi jika mengalami indikasi gangguan kejiwaan selama pemilu 2024 berlangsung. Jika terdeteksi lebih dini, dokter lebih mudah mengatasinya dengan obat-obatan maupun psikoterapi sesuai kebutuhan.
“Keluhannya itu bisa macem-macem, bervariasi. Kalau yang spesifik menjurus ke gangguan mental itu misalnya menjadi cemas, sulit tidur, menjadi sedih nggak bersemangat,” kata dr Jap dalam perbincangan dengan detikcom, Jumat (16/2/2024).
“Atau yang nggak begitu kentara itu keluhannya secara fisik, secara somatik. Itu bisa saja. Mungkin dia sakit kepala, mual-mual, gatel-gatel, berdebar-debar, sesak napas, itu manifestasi dari masalah psikis,” tambahnya.
Sementara itu, konsultan pencernaan dari Mayapada Hospital Jakarta Selatan, dr Muhamad Yugo Hario Sakti Dua, SpPD-KGEH, mengatakan ada kaitan erat antara sistem pencernaan dengan stressor di otak. Ini menjelaskan kenapa stres secara psikis bisa berdampak pada kekambuhan asam lambung.
“Pertama, memang mungkin ada masalah dengan pencernaannya dalam artian ada luka di saluran pencernaan,” kata dr Hario.
“Kalau ada luka, simpelnya kita bagi jadi 2, ada yang di kerongkongan atau esofagus, itu yang sering kita denger itu namanya GERD (Gastroesofageal Reflux Disease). Ada yang di lambung yang kita sering denger namanya maag atau gastritis. Itu kalau beneran ada lukanya,” jelasnya.
“Tapi dengan keadaan stres yang tinggi, istirahat yang kurang, atau apapun itu pencetusnya, bisa menyebabkan asam lambungnya meningkat, lalu gejalanya muncul. Saat kita lihat di dalam, belum tentu ada lukanya, jadi lebih karena stressor-nya,” lanjut dr Hario.
Salah satu keluhan yang kerap muncul saat stres adalah refluks asam lambung, yang bagi orang awam dirasakan sebagai nyeri di sekitar dada hingga leher. Menurut dr Hario, kemungkinan dipicu oleh refluks asam lambung memang ada, tetapi ada kemungkinan lain yang tidak kalah penting untuk diantisipasi yakni serangan jantung yang juga dicirikan dengan nyeri dada.
“Bagian saya (pencernaan) ‘nggak penting’ sebenarnya, cuma mengganggu. Yang lebih penting jantungnya, jantungnya aman atau nggak. Kalau nggak aman, obati jantungnya,” kata dr Hario.
Pernyataan ini tidak berlebihan, data Kementerian Kesehatan RI hingga Minggu (18/2) menyebut 13 dari 57 kasus kematian yang dialami petugas Pemilu 2024 terjadi karena penyakit jantung. Selain stres pikiran, stres fisiologis juga bisa menjadi kemungkinan faktor penyebab pada kondisi kelelahan.
“Kondisi stressful yang tinggi misalnya kerja 24 jam, akan meningkatkan stres psikologis dan fisiologis,” kata konsultan kardiologi intervensi Mayapada Hospital Jakarta Selatan, dr Aron Husink, SpJP(K), FIHA.
Saat mengalami stres baik psikis maupun fisiologis, beban jantung menjadi lebih tinggi. Denyut jantung bertambah cepat, tekanan darah meningkat.
Pada orang-orang yang memiliki masalah jantung sebelumnya, kondisi ini bisa menjadi pemicu terjadinya serangan jantung. Berbagai kondisi tersebut bisa berupa penyempitan pembuluh darah di jantung, atau kelemahan otot jantung.
Kerap kali, berbagai masalah pada jantung tersebut tidak disadari karena memang tidak pernah diperiksa. Ada juga yang sudah tahu punya kondisi tersebut, tetapi karena sesuatu dan lain hal tidak mengomsumsi obat secara teratur sesuai anjuran dokter sehingga mengalami serangan jantung ketika ada stressor.
Pertolongan medis harus segera diberikan ketika gejala serangan jantung mulai dirasakan. Di antaranya berupa sensasi nyeri dada bagian tengah yang menjalar ke ulu hati hingga bahu kiri, serta keringat dingin di sekujur tubuh.
“Begitu penyumbatan mendadak itu sudah terjadi, proses kerusakan otot jantung itu sudah dimulai. Semakin lama ditinggalkan, kerusakan akan semakin luas. Jadi kalau memang mau mencegah kerusakan meluas, lebih cepat lebih baik,” terang dr Aron.
Sedangkan untuk mencegah kerusakan otot jantung lebih jantung, umumnya dokter dapat melakukan intervensi berupa pemasangan ring. Inipun harus dilakukan sesegera mungkin untuk mendapatkan manfaat yang optimal.
“Kalau dalam dunia ilmu penyakit jantung, selalu keluar angka 12 jam. Maksudnya kalau dalam waktu 12 jam sejak dia nyeri dada, langsung dilakukan pemasangan ring, atau dikembalikan aliran darahnya. Itu masih ada manfaatnya, maksudnya masih bisa sebagian otot jantung diselamatkan. Tapi kita nggak mau nunggu 12 jam juga, lebih cepat lebih baik,” jelas dr Aron. [detik.com]