LENSAPOST.NET– Sejumlah tenaga medis dari Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) dan Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Aceh menggelar aksi unjuk rasa damai di depan Kantor Gubernur Aceh, Selasa 11 November 2025.
Dalam aksi tersebut, mereka menuntut pencairan pembayaran jasa pelayanan (jaspel) tahun 2025 yang hingga kini belum direalisasikan.
Para tenaga medis yang hadir mengenakan seragam dinas putih-putih membawa sejumlah spanduk berisi tuntutan. Di antaranya bertuliskan, “Tenaga Kesehatan Juga Tenaga Profesional, Bukan Hanya Pengabdian,” dan “Kerja Kami 24 Jam Tapi Jasa Pelayanan Kami Nol.”
Selain itu, terdapat pula tulisan “Jalur Legal Sudah Ditempuh, Jalur Langitlah Harapan Kami.”
Salah seorang dokter spesialis yang ikut dalam aksi, berinisial AF, mengatakan para tenaga medis dari berbagai profesi ikut turun ke lapangan karena belum adanya kejelasan terkait pencairan jasa pelayanan.
“Dari RSJ ada dokter spesialis, perawat, dan nakes lainnya yang ikut hadir. Di rumah sakit lain tidak ada pemotongan jasa medis, tapi di Aceh malah dipotong 100 persen. Kami sudah berusaha advokasi, mengirim surat, meminta diskusi, tapi belum juga diwujudkan,” ujar AF kepada wartawan.
AF menjelaskan, tenaga medis berharap pencairan jasa pelayanan tahun 2025 segera dilakukan, sekaligus adanya perbaikan regulasi untuk tahun 2026.
“Hal ini penting untuk menjaga semangat kerja tenaga kesehatan dan menjamin mutu pelayanan kepada pasien. Jangan sampai dokter sedang operasi malah kepikiran soal insentif yang belum dibayar. Risiko kerja di rumah sakit tinggi, jadi ini harus diantisipasi sejak awal,” katanya.
Menurut AF, dana jasa medis sebenarnya tersedia karena bersumber dari BPJS Kesehatan, bukan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA). Namun, dana tersebut tidak bisa dicairkan akibat kendala regulasi.
“Masing-masing rumah sakit punya dana miliaran rupiah yang sebenarnya sudah ada karena bersumber dari BPJS. Kalau dari APBA, kami tentu maklum, tapi ini dari BPJS—dan dana itu kini menumpuk di rumah sakit karena tidak bisa dibayarkan,” jelasnya.
AF juga menyinggung keberadaan Peraturan Gubernur (Pergub) Aceh Nomor 15 Tahun 2024 yang mengatur agar setiap rumah sakit atau Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) hanya memilih satu sumber pendapatan.
Padahal, lanjutnya, sistem jasa medis di rumah sakit telah diatur dalam Permenkes Nomor 28 Tahun 2014, yang memperbolehkan alokasi 30–50 persen dari total pendapatan BPJS untuk jasa medis.
“PNS di instansi lain mendapat TPP, sementara kami di rumah sakit memiliki jasa medis dari BPJS. Itu pun kini dipotong seluruhnya. Ini harus dikaji ulang agar tidak merugikan tenaga medis,” pungkasnya.












