Terima Audiensi Partai Perjuangan Aceh, Wali Nanggroe Sampaikan Pesan Penting

LENSAPOST.NET – Wali Nanggroe Aceh, Paduka Yang Mulia Tgk. Malik Mahmud Al-Haythar, menyampaikan pesan tentang arah politik Aceh saat menerima audiensi Ketua Umum dan jajaran pengurus DPP Partai Perjuangan Aceh (PPA), partai lokal ke-18 yang resmi berdiri di Tanah Rencong, Selasa, 22 Oktober 2025, di Meuligoe Wali Nanggroe.

Pada kesempatan itu, Wali Nanggroe menegaskan bahwa politik Aceh harus dijalankan dengan semangat kebijaksanaan, kejujuran, dan persaudaraan.

“Dalam adat Aceh, politik bukan untuk menindas, tetapi untuk mengabdi; bukan untuk memecah, tetapi untuk merangkul,” ujar Wali Nanggroe yang didampingi Staf Khusus, Dr. Muhammad Raviq.

“Politik adalah jalan kebajikan — meuhaba peugah, meuseuraya peugah — yang harus dijalankan dengan niat tulus dan semangat ukhuwah,” tambahnya.

Kabag Kerja Sama dan Humas Wali Nanggroe, Zulfikar Idris, menyebutkan bahwa dalam pertemuan tersebut, Wali Nanggroe menekankan politik di Aceh seharusnya berakar pada nilai-nilai luhur adat, syariat, dan kearifan lokal. Ruang politik lokal yang lahir dari Perjanjian Damai Helsinki 2005 bukan sekadar wadah kekuasaan, tetapi sarana memperjuangkan nilai Islam, keadilan, dan martabat rakyat Aceh.

Mengutip falsafah Aceh, “Adat bak Po Teumeureuhom, hukom bak Syiah Kuala, qanun bak Putroe Phang, reusam bak Laksamana”, Wali Nanggroe menegaskan bahwa kekuasaan harus dijalankan dengan kebijaksanaan, hukum dengan keadilan, dan adat dengan kehormatan.

Wali Nanggroe juga memberikan apresiasi atas lahirnya Partai Perjuangan Aceh yang dipimpin oleh Marniati. Kehadiran partai lokal baru ini menjadi bukti bahwa demokrasi di Aceh terus tumbuh dan semakin matang dalam bingkai perdamaian.

“Kekuatan partai tidak terletak pada banyaknya anggota, tetapi pada ketulusan perjuangan dan kedalaman nilai,” ujar Wali Nanggroe menekankan.

Dalam arahannya, Wali Nanggroe turut menyoroti pentingnya peran perempuan dan generasi muda dalam kancah politik Aceh. Semangat kepemimpinan perempuan, katanya, telah menjadi bagian dari sejarah Aceh melalui sosok para sultanah terdahulu.

“Perempuan Aceh harus berani mengambil peran politik dengan ilmu dan akhlak. Generasi muda bukan sekadar penonton, tetapi pelaku sejarah yang menentukan wajah Aceh masa depan,” sebut Wali Nanggroe.

Beliau juga memuji tekad Partai Perjuangan Aceh untuk berpolitik tanpa permusuhan, menonjolkan kerja sama dan sinergi antarelemen masyarakat. Menurutnya, kekuatan politik Aceh justru terletak pada kemampuannya bersatu dalam keberagaman.

“Dalam politik Aceh tidak ada kawan dan lawan abadi. Yang abadi hanyalah kepentingan rakyat Aceh,” tegas Wali Nanggroe.

Sebelum menutup pertemuan, Paduka Yang Mulia menyampaikan lima pesan penting kepada jajaran Partai Perjuangan Aceh:

“Jadikan rakyat sebagai pusat perjuangan politik, bukan alat politik. Jaga marwah partai dengan kejujuran dan tanggung jawab moral. Gunakan politik untuk memperkuat perdamaian Aceh, bukan mengusiknya. Bangun kerja sama lintas partai, lembaga, dan masyarakat. Serta tampilkan wajah politik Aceh yang santun, tetapi tegas terhadap kebenaran.”

Wali Nanggroe menutup arahannya dengan doa agar seluruh elemen politik di Aceh terus menjaga perdamaian dan kehormatan daerah.

“Mari kita jaga Aceh dengan akal, dengan hikmah, dan dengan kasih sayang,” tutup Wali Nanggroe.[]